Prof. Hilman Hadikusuma menulis dalam makalahnya "Pandangan
Pemangku Kebudayaan Daerah/Suku Bangsa Lampung tentang Kebudayaan
Nasional" yang disampaikan pada Temu Budaya Daerah Lampung di Bandar
Lampung, 5-6 september 1988.
Memang, ulun Lampung minoritas di
Lampung. Data Sensus Penduduk tahun 2000, misalnya menyebutkan hanya ada
792.312 jiwa suku Lampung (11,92%) dari 6.646.890 jiwa penduduk
Provinsi Lampung (lihat: Komposisi Penduduk Lampung menurut Suku Bangsa)
Komposisi Penduduk Lampung menurut Suku Bangsa Tahun 2000
======================================================
No. Suku bangsa Jumlah (jiwa) Persentase
---------------------------------------------------------------------------------
1. Jawa 4.113.731 (61,88%)
2. Lampung 792.312 (11,92%)
3. Sunda (termasuk Banten) 749.566 (11,27%)
4. Semendo dan Palembang 36.292 (3,55%)
5. Suku bangsa lain 754.989 (11,35%)
(Bengkulu, Batak,
Bugis, Minang, dll)
---------------------------------------------------------------------------------
Jumlah 6.646.890 (100%)
---------------------------------------------------------------------------------
Sumber: Biro Pusat Statistik (BPS) Lampung, 2000
Berapakah
jumlah ulun Lampung (penduduk bersuku Lampung) di Lampung saat ini? Tak
ada data pasti. Soalnya, setelah sensus penduduk tahun 2000 tak lagi
menanyakan suku atau etnis.
Kepala BPS Provinsi Lampung waktu
itu, Nursinah Amal Urai, pernah mengatakan, Pendataan Penduduk dan
Pencatatan Pemilih Berkelanjutan (P4B) tahun 2003 yang mencatat penduduk
Lampung 6.900.000 jiwa; memang sengaja tidak ditanyakan mengenai suku
bangsa karena pada pendataan sebelumnya (SP 2000) orang merasa kesulitan
menentukan suku bangsanya disebabkan orang tuanya sudah melakukan
perkawinan antarsuku bangsa.
Orang Lampung asli diyakini berasal
dari Gunung Pesagi, Lampung Barat, yang kemudian menyebar ke seluruh
penjuru Lampung. "lni terjadi pada sekitar abad ke-l4. Keberadaan etnik
non-Lampung di Provinsi Lampung pun sudah demikian menyejarah dan
berbilang abad. Orang Banten sudah masuk kelampung sejak zaman Sultan
Ageng Tirtayasa (1651-1683) pada abad kc-17 dengan menempatkan
wakil-wakil Sultan Banten di Lampung yang disebut jenang atau kadangkala
disebut gubernur.
Namun, menurut A.S. Wibowo dalam tulisannya
"Lampung pada Abad XVII", penguasa-penguasa Lampung asli yang
terpencar-pencar pada tiap-tiap desa atau kota yang disebut adipati
secara hierarkis tidak berada di bawah koordinasi penguasaan
jenang/gubernur. Penguasaan Sultan Banten atas Lampung adalah dalam hal
garis pantai saja dalam rangka menguasai monopoli arus ke luarnya
hasil-hasil bumi terutama lada.
Dengan demikian, jelas hubungan
Banten-Lampung adalah dalam hubungan saling membutuhkan timbal-balik.
(Penjelasan lain mengatakan bahwa pada zaman dulu orang Lampung wajib
melakukan seba ( datang mcnghadap, audiensi) kepada Sultan Banten; dan
beroleh nama gelar. Bahkan pepadun (pedudukan, bangku) diilhami ketika
melihat para petinggi Banten tidak duduk sama tinggi, yang kemudian
melahirkan sebutan 'Lampung Pepadun salah satu dari dua subadat Lampung,
di samping Lampung Saibatin (Peminggir). (Di Banten terdapat kampung
Lampung Cikoneng).
Begitu pun orang Bugis sudah masuk ke Lampung
pada abad ke-19. Salah satu buktinya adalah Masjid Jami Al-Anwar di
Telukbetung, yang dibangun oleh keturunan Bugis pada 1839. Pada mulanya
berupa surau, yang kemudian hancur pada 1883 ketika Gunung Krakatau
meletus, dan kemudian dibangun kembali pada 1888 lewat suatu musyawarah
bersama para saudagar dari Palembang dan Banten. Masjid Jami Al-Anwar
itu adalah masjid tertua di Lampung. Di Menggala juga sudah lama
terdapat Kampung Bugis dan Kampung Palembang, bahkan mereka termasuk ke
dalam kebuwaian (keturunan darah) yang ada di sana.
Kehadiran
orang Bengkulu di Lampung juga sudah terjadi pada abad ke-19. Masjid
Jami Al-Yaqin yang terletak di jalan Raden Intan, Bandar Lampung,
dibangun oleh Orang Bengkulu yang merantau di tanjungkarang pada 1883.
Semula masjid itu terletak di dekat pos polisi Pasar bawah lalu
dipindahkan kedepan BRI dijalan raden inten itu masjid itu.
Sementara
itu, kedatangan orang Jawa di lampung untuk pertama kalinya terjadi
pada 1905 melalui program kolonisasi di Pringsewu. Selanjutnya melalui
program tansmigrasi. Sedangkan orang Bali datang pada tahun 1963 karena
meletusnya Gunung Agung.
NPSN : 10800266 Jln. SPONTAN Desa SIDOREJO Kec. SIDOMULYO Kab. LAMPUNG SELATAN Prov. LAMPUNG
Tentang RA Kartini
Museum Kartini- Jejak Sejarah Yang Terabaikan
Opini tentang Kebaya : Antara Keteraturan dan Keterkungkungan
Riwayat Hidup R.A Kartini - Antara Pernikahan dan "Poligami"
RA Kartini – Sebuah Inspirasi Bagi Wanita Indonesia
Biografi RA Kartini - Uraian Singkat dan Lengkap Tentang Kartini
SILABUS SD/MI