Syukur Alhamdulillah berkat rahmat dan izin-Nya tugas individu penulisan makalah “Pendekatan-Pendekatan dalam Pengembangan Kurikulum” ini dapat penulis selesaikan. Penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi syarat dalam mengikuti/menyelesaikan mata kuliah Strategi Manajemen Kurikulum yang diasuh oleh Prof. Dr. Juhri Abdul Mu’in, M.Pd.
Seiring dengan perkembangan zaman yang kian mengglobal, maka bidang pendidikan pun harus mampu mengimbanginya. Perkembangan pendidikan diawali dengan adanya pengembangan kurikulum secara mengglobal juga. Tentunya pengembangan kurikulum agar dapat berkembang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman, perlu adanya berbagai pendekatan-pendekatan pengembangan kurikulum. Selain itu, pengembangan kurikulum yang sesuai dan tepat dapat dicapai sasaran dan tujuan pendidikan nasional secara maksimal.
Penulis sangat berharap adanya kritik dan saran untuk penyempurnaan dan perbaikan tulisan ini untuk masa yang akan datang. Terima kasih pula penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu penulisan makalah ini, semoga akan menjadi amal shaleh. Amin.
Bandar Lampung, Pebruari 2012
Penulis,
Munadi
Halaman Judul .......................................................................................
Kata Pengantar .....................................................................................
Daftar Isi ................................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................
B. Tujuan Penulisan Makalah ...............................................
BAB II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendekatan Pengembangan Kurikulum..........
B. Pendekatan Pengembangan Kurikulum ...........................
1. Pendekatan Bidang Studi (Field of Study Approach)....
2. Pendekatan Interdisipliner (Interdisciplinary Approach)
a. Pendekatan Broad-Field............................................
b. Pendekatan Kurikulum Inti (core curriculum)...........
c. Pendekatan Kurikulum Inti di Perguruan Tinggi.....
d. Pendekatan Kurikulum Fusi......................................
3. Pendekatan Rekonstruksionisme (Reconstructionist Approach).......................................................................
a. Macam-macam Pendekatan Rekonstruksionisme
b. Teori Pendidikan Rekonstruksionisme.....................
4. Pendekatan Humanistik (Humanistic approach)............
5. Pendekatan "Accountability" (The "Accountability" Approach).......................................................................
6. Pendekatan Pembangunan Nasional (National Development Approach).................................................
BAB III. TANGGAPAN..........................................................................
BAB IV. SIMPULAN...............................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurikulum dikembangkan berdasarkan latar belakang sbb:
1. Mutu pendidikan rendah.
Beberapa indikator menunjukkan bahwa kinerja pendidikan kita masih jauh dari harapan, antara lain rata-rata tingkat pencapaian nilai UN lulusan baik SD, SMP, maupun SMA dan sekolah-sekolah yang sederajat dari tahun ke tahun selalu kurang memuaskan. Indikator lain, seperti keterampilan, keimanan, rasa tanggung jawab, kepribadian, dan budi pekerti belum mendapat perhatian yang memadai. Masih sering terjadi perkelahian antar pelajar, banyak siswa bolos dan keluyuran di luar sekolah pada jam-jam pelajaran, dll. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain di lingkungan ASEAN apalagi negara-negara maju mutu pendidikan di Indonesia jauh tertinggal.
2. Pendidikan sentralistik.
Selama ini kurikulum, metode pembelajaran dan lain-lain diatur secara sentralistik, yaitu penyusunan secara total dari pemerintah pusat sehingga guru tidak mempunyai ruang untuk berimprovisasi dan berinovasi. Kreativitas guru tidak dapat tumbuh dengan baik sebagai akibat dari tuntutan target GBPP.
3. Kurikulum seragam secara nasional.
Kurikulum sampai dengan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaannya ditetapkan oleh pemerintah pusat dan sama sekali tidak memperhatikan kebutuhan serta ciri khas daerah. Kemampuan dan budaya daerah yang satu dengan yang lain tidak sama akan tetapi disuruh mencerna sesuatu yang sama akibatnya pendidikan menghasilkan lulusan yang tidak mengenal identitasnya sendiri.
|
Dalam rangka mengatasi kelemahan pengelolaan pendidikan yang sentralistik, maka pemerintah menerapkan kebijakan dengan menyerahkan sebagian wewenangnya ke daerah. Dalam hal ini pemerintah pusat hanya menyiapkan standar kompetensi yang bersifat nasional sedangkan masalah-masalah yang berkaitan dengan proses pembelajaran seperti silabus dan sistem penilaiannya diserahkan ke daerah atau sekolah. Otonomi memberikan bentuk pelimpahan wewenang kepada provinsi, kabupaten/kota, bahkan sekolah. Otonomi pendidikan bagi sekolah dalam bentuk Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sehingga sekolah menjadi lebih dinamis dan kreatif.
5. Kebijaksanaan Broad-Based Education.
Broad Based Education (BBE) merupakan strategi layanan pendidikan yang akan diterapkan pada masa yang akan datang terutama pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah. BBE adalah pendidikan berbasis masyarakat luas, yaitu kebijakan penyelenggaraan pendidikan yang diperuntukkan bagi kepentingan dan kebutuhan lapisan masyarakat luas (Dikdasmen, 2001). Dengan kata lain, BBE adalah suatu pendekatan pembelajaran yang tidak hanya berorientasi pada bidang akademik atau vokasional semata akan tetapi juga memberikan bekal kepada siswa keterampilan untuk hidup atau bekerja (life skills). Siswa tidak hanya belajar teori tetapi juga menerapkan pengetahuannya untuk pemecahan masalah kehidupan sehari-hari atau learning how to learn.
6. School-Based Management.
Kebijakan School-Based Management (SBM) menuntut perubahan wewenang dari pemerintah pusat ke daerah dan sekolah. Kebijakan SBM diikuti dengan partisipasi dari masyarakat (community based education). Tujuan utama perubahan ini adalah memberikan wewenang kepada sekolah dalam mengelola dan mengembangkan sekolah secara lebih mandiri karena kendali pusat hanya bersifat umum. Melalui kebijakan ini diharapkan agar sekolah dapat bergerak dan pada akhirnya menghasilkan sekolah yang demokratis, yakni melalui pemberian kepercayaan sekolah kepada guru, pemberian kepercayaan guru kepada siswa dan akhirnya akan menghasilkan lulusan yang bermutu tinggi.
7. Life skills education
Life skills education adalah suatu proses pendidikan yang mengarah kepada pembekalan kecakapan seseorang untuk mampu dan berani menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan kemudian secara proaktif dan kreatif mencari solusinya sehingga akhirnya mampu mengatasi problema tersebut. Life skills diartikan bukan sekedar keterampilan kejuruan (vocational job) melainkan mencakup juga kemampuan-kemampuan dasar pendukungnya secara fungsional seperti kemampuan membaca, menulis, menghitung, merumuskan dan memecahkan masalah, mengelola sumber daya, bekerja dalam tim, semangat belajar sepanjang hayat, kemampuan berpikir, berkomunikasi baik lisan maupun tertulis, bertangung jawab, mempergunakan teknologi dan sebagainya. Oleh karena itu, cakupan life skills teramat luas, yakni : communication skills, decision making skills, resource and time management skills, planning skills. Disamping itu, secara garis besar life skills dapat juga dikelompokkan menjadi general life skills dan specific life skills. General life skills diperlukan oleh setiap manusia tidak tergantung status dan usia yang merupakan kemampuan dasar sehingga lebih baik dikembangkan pada anak mulai usia TK, SD, dan SMP sedangkan specific life skills diperlukan seseorang untuk menghadapi problema di bidang-bidang tertentu sehingga baik dikembangkan mulai SMA (academic skills) dan SMK (vocational skills).
B. Tujuan Penulisan Makalah
- Tujuan Teoritik
1) Memberi arah dalam melaksanakan proses pembelajaran baik di sekolah maupun di luar sekolah.
2) Mengembangkan potensi yang dimiliki oleh tiap-tiap daerah dan keadaan, serta mendukung tercapainya pendidikan.
- Tujuan Praktis
Untuk memenuhi syarat dalam mengikuti / menyelesaikan mata kuliah Manajemen Kurikulum.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendekatan Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum (curriculum development/curriculum
planning/curriculum design) adalah perencanaan kesempatan-kesempatan belajar yang ditujukan untuk membawa siswa ke arah perubahan-perubahan yang diinginkan dan menilai perubahan-perubahan itu telah terjadi pada diri siswa.
Dalam hal ini, pengembangan kurikulum adalah suatu proses siklus yang tidak pernah ada titik awal dan akhirnya. Sebab, pengembangan kurikulum ini merupakan suatu proses yang bertumpu pada unsur-unsur dalam kurikulum, yang di dalamnya meliputi tujuan metode dan material, penilaian dan balikan (feedback).
Tujuan menggambarkan semua pengetahuan dan pertimbangan tujuan-tujuan pembelajaran, baik berhubungan dengan mata pelajaran maupun kurikulum secara keseluruhan. Metode dan material menggambarkan metode-metode dan material sekolah guna mencapai tujuan-tujuan tersebut. Penilaian, berhubungan dengan sejauh mana keberhasilan kegiatan yang telah dikembangkan tujuan baru.
Balikan (feedback), merupakan semua pengalaman yang telah diperoleh dan pada gilirannya menjadi titik tolak bagi langkah pengembangan. Pengembangan kurikulum sendiri adalah kegiatan yang mengacu pada usaha untuk melaksanakan dan mempertahankan dan menyempurnakan kurikulum yang telah ada guna memperoleh hasil yang lebih baik lagi.
Dari kurikulum 1994, suplemen 1999, KBK dan KTSP. Dan kurikulum yang sekarang kita pakai adalah kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkatan Satuan Pendidikan) dalam KTSP, pengembangan kurikulum dilakukan oleh Guru, Kepala Sekolah serta Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan.
B. Pendekatan Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum seyogyanya dilaksanakan secara sistematik berdasarkan prinsip terpadu yaitu memberikan petunjuk bahwa keseluruhan komponen harus tepat sekali dan menyambung secara integratif, tidak terlepas-lepas, tetapi menyeluruh. Penyusunan satu komponen harus dinilai konsistensinya dan berkaitan dengan komponen-komponen lainnya sehingga kurikulum benar-benar terpadu secara bulat dan utuh.
Ada beberapa macam pendekatan yang dapat digunakan dalam mengembangkan kurikulum, diantaranya adalah:
1. Pendekatan Bidang Studi (Field of Study Approach)
Pendekatan ini menggunakan bidang studi atau mata pelajaran sebagai dasar organisasi kurikulum misalnya matematika, sains, sejarah, geografi, atau IPA, IPS, dan sebagainya seperti yang lazim kita dapati dalam sistem pendidikan kita sekarang di semua sekolah dan universitas.
Yang diutamakan dalam pendekatan ini ialah penguasaan bahan dan proses dalam disiplin ilmu tertentu. Tipe organisasi ini paling mudah dibandingkan dengan pendekatan lainnya oleh sebab disiplin ilmu telah jelas batasannya dan karena itu lebih mudah mempertanggungjawabkan apa yang diajarkan.
2. Pendekatan Interdisipliner (Interdisciplinary Approach)
Di bawah ini akan kita bicarakan beberapa pendekatan interdisipliner dalam pengembangan kurikulum.
a. Pendekatan Broad-Field
Pendekatan ini berusaha mengintregasikan beberapa disiplin atau mata pelajaran yang saling berkaitan agar siswa memahami ilmu pengetahuan tidak berada dalam vakum atau kehampaan akan tetapi merupakan bagian integral dari kehidupan manusia.
Pendekatan broad field ini juga dapat digunakan agar siswa memahami hubungan yang kompleks antara kejadian-kejadian di dunia, misalnya antara perang vietnam dan korea dengan kebangkitan ekonomi jepang dan lain-lain.
Pendekatan Broad-Field pada hakekatnya adalah penyatuan beberapa mata pelajaran yang sejenis, seperti IPA (didalamnya tergabung ada fisika, biologi dan kimia) dan IPS. Kurikulum bentuk ini sebagai upaya penggabungan dari mata pelajaran-mata pelajaran yang terpisah-pisah dengan maksud untuk mengurangi kekurangan yang terdapat dalam bentuk mata pelajaran. Korelasi kurikulum merupakan penggabungan dari mata pelajaran yang sejenis secara insidental.
Dari bahan kurikulum yang terlepas-lepas diupayakan disatukan dengan bahan kurikulum atau mata pelajaran yang sejenis sehingga dapat memperkaya wawasan siswa dari berbagai disiplin ilmu. Tetapi kenyataan di lapangan atau di sekolah terbukti bahwa guru-guru masih berpegang pada latar belakang pendidikannya. Seumpamanya seorang guru sejarah mengajarkan bidang studi IPS, tetapi dalam pelaksanaannya masih mengutamakan pelajaran sejarahnya daripada substansi IPS itu sendiri.
Demikian pula dalam penilaiannya cenderung akan banyak mengukur atau menilai substansi sejarahnya daripada substansi IPSnya. Salah satu penyebabnya karena guru yang bersangkutan belum memahami prinsip-prinsip pola penggabungan mata pelajaran tersebut.
|
b. Pendekatan Kurikulum Inti (core curriculum)
Kurikulum ini banyak persamaannya dengan broad-field, karena juga menggabungkan berbagai disiplin ilmu. Kurikulum diberikan berdasarkan suatu masalah sosial atau personal. Untuk memecahkan masalah itu digunakan bahan dari berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan masalah itu.
Kurikulum ini merupakan bagian dari kurikulum terpadu (integrated curriculum). Beberapa karakteristik yang dapat dikaji dalam kurikulum ini adalah :
1. Kurikulum ini direncanakan secara berkelanjutan (continue) selalu berkaitan dan direncanakan secara terus-menerus.
2. Isi kurikulum yang dikembangkan merupakan rangkaian dari pengalaman yang saling berkaitan.
3. Isi kurikulum selalu mengambil atas dasar masalah maupun problema yang dihadapi secara aktual.
4. Isi kurikululm cenderung mengambil atau mengangkat substansi yang bersifat pribadi maupun sosial.
5. Isi kurikulum ini lebih difokuskan berlaku untuk semua siswa, sehingga kurikulum ini sebagai kurikulum umum tetapi substansinya bersifat problema, pribadi, sosial dan pengalaman yang terpadu.
Kurikulum ini selalu menggunakan bahan-bahan dari berbagai mata pelajaran atau disiplin ilmu guna menjawab atau menyelesaikan permasalahan yang dihadapi atau yang dipelajari siswa. Tidak menutup kemungkinan bahwa aspek lingkungan pun menjadi bahan yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum ini. Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa core curriculum adalah bagian dari kurikulum terintegrasi atau kurikulum terpadu, sehingga program pembelajaran untuk kurikulum ini harus dikembangkan secara bersama-sama antara guru dengan siswa. Dalam prosesnya, kurikulum terpadu perlu didukung oleh kemampuan guru dalam mengelola waktu dan kegiatan sehingga aktivitas dan substansi materi yang dipelajari siswa menjadi lebih efektif, efisien dan bermakna.
c. Pendekatan Kurikulum Inti di Perguruan Tinggi
Istilah inti (core) juga digunakan dalam kurikulum perguruan tinggi. Dengan “core” dimaksud pengetahuan inti/pokok yang diambil dari semua disiplin ilmu yang esensial mengenai kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang dianggap layak dimiliki oleh tiap orang terdidik dan terpelajar.
d. Pendekatan Kurikulum Fusi
Kurikullum ini men-fusi-kan atau menyatukan dua atau lebih disiplin tradisional menjadi studi baru misalnya : geografi + botani + arkeologi menjadi earth sciences.
3. Pendekatan Rekonstruksionisme (Reconstructionist Approach)
Rekonstruksionisme berasal dari bahasa inggris Reconstruct yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.
Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme, gerakan ini lahir didasari atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini.
Rekonstruksionisme di pelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930 yang ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil tokoh-tokoh aliran rekonstruksionisme yaitu Caroline pratt, George count, dan Harold rugg.
Progresivisme yang dilandasi pemikiran Dewey dikembangkan oleh Kilpatrick dan Jhon Child, juga mendorong pendidikan agar lebih sadar terhadap tanggung jawab sosial. Namun mereka tidak sepakat dengan Count dan Rugg bahwa sekolah harus melakukan perbaikan masyarakat yang spesifik. Kaum progresif lebih suka menekankan tujuan umum pertumbuhan masyarakat melalui pendidikan. Aliran ini berpendapat bahwa sekolah harus mendominasi atau mengarahkan perubahan (rekonstruksi) pada tatanan sosial saat ini.
Usaha rekonstruksionisme sosial yang diupayakan Brammeld didasarkan atas suatu asumsi bahwa kita telah beralih dari masyarakat agraris pedesaan ke masyarakat urban yang berteknologi tinggi namun masih terdapat suatu kelambatan budaya yang serius yaitu dalam kemampuan manusia menyesuaikan diri terhadap masyarakat teknologi. Hal tersebut sesuai dengan pandangan Count bahwa apa yang diperlukan pada masyarakat yang memiliki perkembangan teknologi yang cepat adalah rekonstruksi masyarakat dan pembentukan serta perubahan tata dunia baru.
Teori pendidikan rekonstruksionisme yang dikemukakan oleh Brameld terdiri dari enam tesis, yaitu :
1. Pendidikan harus dilaksanakan di sini dan sekarang dalam rangka menciptakan tata sosial baru yang akan mengisi nilai-nilai dasar budaya kita dan selaras dengan yang mendasari kekuatan-kekuatan ekonomi, dan sosial modern. Pendidikan harus menyeponsori perubahan yang benar dalam nurani manusia. Oleh karena itu, kekuatan teknologi yang sangat kuat harus dimanfaatkan untuk membangun umat manusia, bukan untuk menghancurkannya. Masyarakat harus diubah bukan melalui tindakan positif, melainkan dengan cara mendasar.
2. Masyarakat baru harus berada dalam kehidupan demokrasi sejati, yaitu sumber dan lembaga utama dalam masyarakat dikontrol oleh warganya sendiri. Semua yang mempengaruhi harapan dan hajat masyarakat seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, industri dan sebagainya. Semua akan menjadi tanggung jawab rakyat melalui wakil-wakil yang dipilih. Masyarakat ideal adalah masyarakat yang demokrasi. Struktur, tujuan dan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan tata aturan baru harus diakui merupakan bagian dari pendapat masyarakat.
3. Anak, sekolah, dan pendidikan itu sendiri dikondisikan oleh kekuatan budaya dan sosial. Menurut rekonstruksionisme hidup beradab adalah hidup berkelompok sehingga kelompok akan memainkan peran yang penting di sekolah.
4. Guru harus meyakini terhadap validitas dan urgensi dirinya dengan cara bijaksana yaitu dengan memperhatikan prosedur yang demokratis. Guru harus mengadakan pengujian secara terbuka terhadap fakta-fakta.
5. Cara dan tujuan pendidikan harus diubah kembali seluruhnya dengan tujuan untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan krisis budaya dewasa ini, dan untuk menyesuaikan kebutuhan dengan sains sosial. Yang penting dari sains sosial adalah mendorong kita untuk menemukan nilai-nilai, yaitu manusia yang percaya atau tidak bahwa nilai-nilai itu bersifat universal.
6. Kita harus meninjau kembali penyusunan kurikulum, isi pelajaran, metode yang pakai, struktur administrasi, dan bagaimana guru dilatih. Semua itu harus di bangun kembali bersesuaian dengan teori kebutuhan tentang sifat dasar manusia secara rasional dan ilmiah. Kita harus menyusun kurikulum dimana pokok-pokok dan bagiannya dihubungkan secara integral, tidak disajikan sebagai suatu sekuensi komponen pengetahuan.
a. Macam-macam Pendekatan Rekonstruksionisme
Pendekatan ini juga disebut rekonstruksi sosial karena memfokus kurikulum pada masalah-masalah penting yang dihadapi dalam masyarakat, seperti polusi, ledakan penduduk, dan lain-lain. Dalam gerakan rekonstruksionisme terdapat dua kelompok utama yang sangat berbeda pandangan tentang kurikulum, yakni :
1. Rekonstruksionisme Konservatif
Aliran ini menginginkan agar pendidikan ditujukan kepada peningkatan mutu kehidupan individu maupun masyarakat dengan mencari penyelesaian masalah-masalah yang paling mendesak yang dihadapi masyarakat, masalah-masalah dapat bersifat lokal dan bersifat daerah nasional, regional dan internasional bagi pelajar SD sampai dengan Perguruan Tinggi. Peranan guru sebagai orang yang menganjurkan perubahan (agent of change) mendorong siswa menjadi partisipan aktif dalam proses perbaikan masyarakat. Pendekatan kurikulum ini konsisten dengan Falsafah Pragmatisme.
2. Rekonstruksionisme Radikal
Pendekatan ini berpendapat bahwa banyak Negara mengadakan pembangunan dengan merugikan rakyat kecil, yang miskin yang merupakan mayoritas masyarakat. Elite yang berkuasa mengadakan tekanan terhadap massa yang tak berdaya melalui sistem pendidikan yang diatur demi tujuan itu.
Golongan radikal ini menganjurkan agar pendidikan formal maupun pendidikan nonformal mengabdikan diri demi tercapainya orde sosial baru berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan merata. Mereka berpendapat bahwa sekolah yang dikembangkan negara bersifat opresif dan tidak humanistik serta digunakan sebagai alat golongan elit untuk mempertahankan status quo.
Untuk pendirian yang saling bertentangan ini, baik yang konservatif maupun yang radikal mempunyai unsur kesamaan. Mereka berasumsi bahwa masalah-masalah sosial adalah hasil ciptaan manusia dan karena itu dapat diatasi oleh manusia. Sebaliknya golongan radikal ingin merombak tata sosial yang ada dan menciptakan tata sosial yang baru sama sekali untuk memperbaiki sistem lebih efisien.
b. Teori Pendidikan Rekonstruksionisme
a. Tujuan Pendidikan
1. Sekolah-sekolah rekonstruksionis berfungsi sebagai lembaga utama untuk melakukan perubahan sosial, ekonomi dan politik dalam masyarakat.
2. Tugas sekolah-sekolah rekonstruksionis adalah mengem-bangkan ”sarjana-sarjana” sosial, warga-warga negara yang mempunyai tujuan mengubah secara radikal wajah masyarakat masa kini.
|
b. Metode pendidikan
Analisis kritis terhadap kerusakan-kerusakan masyarakat dan kebutuhan-kebutuhan programatik untuk perbaikan. Dengan demikian menggunakan metode pemecahan masalah, analisis kebutuhan, dan penyusunan program aksi perbaikan masyarakat.
c. Kurikulum
Kurikulum berisi mata pelajaran-mata pelajaran yang ber-orientasi pada kebutuhan-kebutuhan masyarakat masa depan.
Kurikulum banyak berisi masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi umat manusia, yang termasuk di dalamnya masalah-masalah pribadi para peserta didik sendiri; dan program-program perbaikan yang ditentukan secara ilmiah untuk aksi kolektif.
Struktur organisasi kurikulum terbentuk dari cabang-cabang ilmu sosial dan proses-proses penyelidikan ilmiah sebagai metode pemecahan masalah.
d. Pelajar
Siswa adalah generasi muda yang sedang tumbuh menjadi manusia pembangun masyarakat masa depan, dan perlu berlatih keras untuk menjadi sarjana-sarjana sosial yang diperlukan untuk membangun masyarakat masa depan.
e. Pengajar/Tenaga Pendidik
Guru harus membuat para peserta didik menyadari masalah-masalah yang dihadapi umat manusia, mambatu mereka merasa mengenali masalah-masalah tersebut sehingga mereka merasa terikat untuk memecahkannya.
Guru harus terampil dalam membantu peserta didik menghadapi kontroversi dan perubahan. Guru harus menumbuhkan cara berpikir yang berbeda-beda sebagai suatu cara untuk menciptakan alternatif-alternatif pemecahan masalah yang menjanjikan keberhasilannya.
Menurut Brameld (kneller,1971) teori pendidikan rekonstruksionisme ada 5 yaitu:
a. Pendidikan harus di laksanakan di sini dan sekarang dalam rangka menciptakan tata sosial baru yang akan mengisi nilai-nilai dasar budaya kita, dan selaras dengan yang mendasari kekuatan-kekuatan ekonomi, dan sosial masyarakat modern.
b. Masyarakat baru harus berada dalam kehidupan demokrasi sejati dimana sumber dan lembaga utama dalam masyarakat dikontrol oleh warganya sendiri.
c. Anak, sekolah, dan pendidikan itu sendiri dikondisikan oleh kekuatan budaya dan sosial.
d. Guru harus menyakini terhadap validitas dan urgensi dirinya dengan cara bijaksana memperhatikan prosedur yang demokratis
e. Cara dan tujuan pendidikan harus diubah kembali secara keseluruhan dengan tujuan untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan krisis budaya dewasa ini, dan untuk menyesuaikan kebutuhan dengan sains sosial yang mendorong kita untuk menemukan nilai-nilai manusia yang percaya atau tidak bahwa nilai-nilai itu bersifat universal.
f. Meninjau kembali penyusunan kurikulum, isi pelajaran, metode yang dipakai, struktur administrasi, dan cara bagaimana guru dilatih.
4. Pendekatan Humanistik (Humanistic approach)
Pendekatan pembelajaran humanistik memandang manusia sebagai subyek yang bebas merdeka untuk menentukan arah hidupnya. Manusia bertanggungjawab penuh atas hidupnya sendiri dan juga atas hidup orang lain. Pendekatan yang lebih tepat digunakan dalam pembelajaran yang humanistik adalah pendekatan dialogis, reflektif, dan ekspresif. Pendekatan dialogis mengajak peserta didik untuk berpikir bersama secara kritis dan kreatif. Pendidik tidak bertindak sebagai guru melainkan fasilitator dan partner dialog; pendekatan reflektif mengajak peserta didik untuk berdialog dengan dirinya sendiri; sedangkan pendekatan ekspresif mengajak peserta didik untuk mengekspresikan diri dengan segala potensinya (realisasi dan aktualisasi diri). Dengan demikian pendidik tidak mengambil alih tangung jawab, melainkan sekedar membantu dan mendampingi peserta didik dalam proses perkembangan diri, penentuan sikap dan pemilahan nilai-nilai yang akan diperjuangkannya.
Pendidikan yang humanistik menekankan bahwa pendidikan pertama-tama dan yang utama adalah bagaimana menjalin komunikasi dan relasi personal antara pribadi-pribadi dan antar pribadi dan kelompok di dalam komunitas sekolah. Relasi ini berkembang dengan pesat dan menghasilkan buah-buah pendidikan jika dilandasi oleh cinta kasih antar mereka. Pribadi-pribadi hanya berkembang secara optimal dan relatif tanpa hambatan jika berada dalam suasana yang penuh cinta (unconditional love), hati yang penuh pengertian (understanding heart) serta relasi pribadi yang efektif (personal relationship). Dalam mendidik seseorang kita hendaknya mampu menerima diri sebagaimana adanya dan kemudian mengungkapkannya secara jujur (modeling). Mendidik tidak sekedar menransfer ilmu pengetahuan, melatih keterampilan verbal kepada para peserta didik, namun merupakan bantuan agar peserta didik dapat menumbuhkembangkan dirinya secara optimal.
|
Tujuan sejati dari pendidikan seharusnya adalah pertumbuhan dan perkembangan diri peserta didik secara utuh sehingga mereka menjadi pribadi dewasa yang matang dan mapan, mampu menghadapi berbagai masalah dan konflik dalam kehidupan sehari-hari. Agar tujuan ini dapat tercapai maka diperlukan sistem pembelajaran dan pendidikan yang humanistik serta mengembangkan cara berpikir aktif-positif dan keterampilan yang memadai (income generating skills). Pendidikan dan pembelajaran yang bersifat aktif-positif dan berdasarkan pada minat dan kebutuhan siswa sangat penting untuk memperoleh kemajuan baik dalam bidang intelektual, emosi/perasaan (EQ), affeksi maupun keterampilan yang berguna untuk hidup praktis. Tujuan pendidikan pada hakikatnya adalah memanusiakan manusia muda (N. Driyarkara). Pendidikan hendaknya membantu peserta didik untuk bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi-pribadi yang lebih bermanusiawi (semakin “penuh” sebagai manusia), berguna dan berpengaruh di dalam masyarakatnya, yang bertanggungjawab dan bersifat proaktif dan kooperatif. Masyarakat membutuhkan pribadi-pribadi yang handal dalam bidang akademis, keterampilan atau keahlian dan sekaligus memiliki watak atau keutamaan yang luhur. Singkatnya pribadi yang cerdas, berkeahlian, namun tetap humanis.
Pendekatan humanistik dalam kurikulum didasarkan atas asumsi-asumsi yang berikut:
§ Siswa akan lebih giat lagi belajar dan bekerja bila harga dirinya dikembangkan sepenuhnya.
§ Siswa yang diturutsertakan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran akan merasa bertanggung jawab atas keberhasilannya.
§ Hasil belajar akan meningkatkan dalam suasana belajar yang diliputi oleh rasa saling mempercayai, saling membantu dan bebas dari ketegangan yang berlebihan.
§ Guru yang berperan sebagai fasilitator belajar memberi tanggung jawab kepada siswa atas kegiatan belajarnya.
Dari beberapa literatur pendidikan, ditemukan beberapa model pembelajaran yang humanistik ini yakni: humanizing of the classroom, active learning, quantum learning, quantum teaching, dan the accelerated learning.
1. Humanizing of the classroom ini dilatarbelakangi oleh kondisi sekolah yang otoriter, tidak manusiawi, sehingga banyak menyebabkan peserta didik putus asa, yang akhirnya mengakhiri hidupnya alias bunuh diri. Kasus ini banyak terjadi di Amerika Serikat dan Jepang. Humanizing of the classroom ini dicetuskan oleh John P. Miller yang terfokus pada pengembangan model “pendidikan afektif”. Pendidikan model ini bertumpu pada tiga hal: menyadari diri sebagai suatu proses pertumbuhan yang sedang dan akan terus berubah, mengenali konsep dan identitas diri, dan menyatupadukan kesadaran hati dan pikiran. Perubahan yang dilakukan tidak terbatas pada substansi materi saja, tetapi yang lebih penting pada aspek metodologis yang dipandang sangat manusiawi.
2. Active learning dicetuskan oleh Melvin L. Silberman. Asumsi dasar yang dibangun dari model pembelajaran ini adalah bahwa belajar bukan merupakan konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi kepada siswa. Belajar membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan sekaligus. Pada saat kegiatan belajar itu aktif, siswa melakukan sebagian besar pekerjaan belajar. Mereka mempelajari gagasan-gagasan, memecahkan berbagai masalah dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Dalam active learning, cara belajar dengan mendengarkan saja akan cepat lupa, dengan cara mendengarkan dan melihat akan ingat sedikit, dengan cara mendengarkan, melihat, dan mendiskusikan dengan siswa lain akan paham, dengan cara mendengar, melihat, diskusi, dan melakukan akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan, dan cara untuk menguasai pelajaran yang terbaik adalah dengan mengajarkan. Belajar aktif merupakan langkah cepat, menyenangkan, dan menarik. Active learning menyajikan 101 strategi pembelajaran aktif yang dapat diterapkan hampir untuk semua materi pembelajaran.
3. Quantum learning merupakan cara pengubahan bermacam-macam interaksi, hubungan dan inspirasi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. Dalam prakteknya, quantum learning menggabungkan sugestologi, teknik pemercepatan belajar dan neurolinguistik dengan teori, keyakinan, dan metode tertentu. Quantum learning mengasumsikan bahwa jika siswa mampu menggunakan potensi nalar dan emosinya secara jitu akan mampu membuat loncatan prestasi yang tidak bisa terduga sebelumnya. Dengan metode belajar yang tepat siswa bisa meraih prestasi belajar secara berlipat-ganda. Salah satu konsep dasar dari metode ini adalah belajar itu harus mengasyikkan dan berlangsung dalam suasana gembira, sehingga pintu masuk untuk informasi baru akan lebih besar dan terekam dengan baik.
4. Quantum teaching berusaha mengubah suasana belajar yang monoton dan membosankan ke dalam suasana belajar yang meriah dan gembira dengan memadukan potensi fisik, psikis, dan emosi siswa menjadi suatu kesatuan kekuatan yang integral. Quantum teaching berisi prinsip-prinsip sistem perancangan pengajaran yang efektif, efisien, dan progresif berikut metode penyajiannya untuk mendapatkan hasil belajar yang mengagumkan dengan waktu yang sedikit. Dalam prakteknya, model pembelajaran ini bersandar pada asas utama bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkanlah dunia kita ke dunia mereka. Pembelajaran, dengan demikian merupakan kegiatan full content yang melibatkan semua aspek kepribadian siswa (pikiran, perasaan, dan bahasa tubuh) di samping pengetahuan, sikap, dan keyakinan sebelumnya, serta persepsi masa mendatang. Semua ini harus dikelola sebaik-baiknya, diselaras-kan hingga mencapai harmoni (diorkestrasi).
5. The accelerated learning merupakan pembelajaran yang di-percepat. Konsep dasar dari pembelajaran ini adalah bahwa pembelajaran itu berlangsung secara cepat, menyenangkan, dan memuaskan. Pemilik konsep ini, Dave Meier menyarankan kepada guru agar dalam mengelola kelas menggunakan pendekatan Somatic, Auditory, Visual, dan Intellectual (SAVI). Somatic dimaksudkan sebagai learning by moving and doing (belajar dengan bergerak dan berbuat). Auditory adalah learning by talking and hearing (belajar dengan berbicara dan mendengarkan). Visual diartikan learning by observing and picturing (belajar dengan mengamati dan mengambarkan). Intellectual maksudnya adalah learning by problem solving and reflecting (belajar dengan pemecahan masalah dan melakukan refleksi).
Bobbi DePorter menganggap accelerated learning dapat memungkinkan siswa untuk belajar dengan kecepatan yang mengesankan, dengan upaya yang normal dan dibarengi kegembiraan. Cara ini menyatukan unsur-unsur yang sekilas tampak tidak mempunyai persamaan, tampak tidak mempunyai persamaan, misalnya hiburan, permainan, warna, cara berpikir positif, kebugaran fisik dan kesehatan emosional. Namun semua unsur ini bekerja sama untuk menghasilkan pengalaman belajar yang efektif.
Aspek-Aspek Kemanusiaan Pembelajaran Humanistik Manusia adalah makhluk multidimensional yang dapat ditelaah dari berbagai sudut pandang. Eduart Spranger (1950), melihat manusia sebagai makhluk jasmani dan rohani. Yang membedakan manusia dengan makhluk lain adalah aspek kerohaniannya.Manusia akan menjadi sungguh-sungguh manusia kalau ia mengembangkan nilai-nilai rohani (nilai-nilai budaya), yang meliputi: nilai pengetahuan, keagamaan, kesenian, ekonomi, kemasyarakatan dan politik. Howard Gardner (1983) menelaah manusia dari sudut kehidupan mentalnya khususnya aktivitas inteligensia (kecerdasan). Menurutnya, manusia memiliki 7 macam kecerdasan yaitu:
1. Kecerdasan matematis/logis: yaitu kemampuan penalaran ilmiah, penalaran induktif/deduktif, berhitung/angka dan pola-pola abstrak.
2. Kecerdasan verbal/bahasa: yaitu kemampuan yang berhubungan dengan kata/bahasa tertulis maupun lisan. (sebagian materi pelajaran di sekolah berhubungan dengan kecerdasan ini).
3. Kecerdasan interpersonal: yaitu kemampuan yang berhubungan dengan keterampilan berelasi dengan orang lain, berkomunikasi antar pribadi.
4. Kecerdasan fisik/gerak/badan: yaitu kemampuan mengatur gerakan badan, memahami sesuatu berdasar gerakan.
5. Kecerdasan musikal/ritme: yaitu kemampuan penalaran ber-dasarkan pola nada atau ritme. Kepekaan akan suatu nada atau ritme.
6. Kecerdasan visual/ruang/spasial: yaitu kemampuan yang meng-andalkan penglihatan dan kemampuan membayangkan obyek. Kemampuan menciptakan gambaran mental.
7. Kecerdasan intrapersonal: yaitu kemampuan yang berhubungan dengan kesadaran kebatinannya seperti refleksi diri, kesadaran akan hal-hal rohani.
Kecerdasan inter dan intra personal ini selanjutnya oleh Daniel Goleman (1995) disebut dengan kecerdasan emosional. Ternyata pula bahwa sebagian besar kegiatan kecerdasan logis matematis dan kecerdasan verbal bahasa dilakukan dibelahan otak kiri. Sedangkan kegiatan kecerdasan lainnya dilakukan pada otak kanan (intra personal, interpersonal, visual-ruang, gerak-badan, dan musik-ritme). Penting pula dengan demikian bahwa nilai akademik dan tingkah laku dibedakan. Hukuman akademik dan hukuman “kepribadian” dipisahkan. Sayang bahwa hanya kecerdasan logis-matematis dan verbal-bahasa yang dikembangkan di sekolah, sedangkan yang lainnya hanya sedikit sekali.
Hal ini tentu merugikan siswa sebab tidak semua bakat dan kemampuannya dieksplorasi dan dikembangkan, dan juga fatal bagi sebagian siswa yang memiliki kelebihan kecerdasan di otak kanan. Betapa pentingnya dalam dunia pendidikan kita mengusahakan proses pembelajaran dan pendidikan yang mengembangkan aktivitas baik otak kanan maupun otak kiri,yang mengembangkan semua aspek kemanusiaan perseorangan.
5. Pendekatan "Accountability" (The "Accountability" Approach)
Accountability atau pertanggungjawaban lembaga pendidik-an tentang pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat, akhir-akhir ini tampil sebagai pengaruh yang penting dalam dunia pendidikan. Namun, menurut banyak pengamat pendidikan accountability ini telah mendesak pendidikan dalam arti yang sebenarnya menjadi latihan belaka.
Accountability yang sistimatis yang pertama kalinya diperkenalkan Frederick Taylor dalam bidang industri pada permulaan abad ini. Pendekatannya, yang kelak dikenal sebagai “scientific management” atau manajemen ilmiah, menetapkan tugas-tugas spesifik yang harus diselesaikan pekerja dalam waktu tertentu.
6. Pendekatan Pembangunan Nasional (National Development Approach)
Pendekatan ini mengandung tiga unsur :
1. Pendidikan kewarganegaraan
Dalam masyarakat demokratis, warganegara dapat dimasukkan dalam tiga kategori:
- Warganegara yang apatis
- Warganegara yang pasif
- Warganegara yang aktif
2. Pendidikan sebagai alat pembangunan nasional
Tujuan pendidikan ini adalah mempersiapkan tenaga kerja yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Para pengembang kurikulum bertugas untuk mendisain program yang sesuai dengan analisis jabatan yang akan diduduki.
3. Pendidikan keterampilan praktis bagi kehidupan sehari-hari
Keterampilan yang diperlukan bagi kehidupan sehari- hari dapat dibagi dalam beberapa kategori yang tidak hanya bercorak keterampilan akan tetapi juga mengandung aspek pengetahuan dan sikap, yaitu:
· Keterampilan untuk mencari nafkah dalam rangka sistim ekonomi suatu negara.
· Keterampilan untuk mengembangkan masyarakat.
· Keterampilan untuk menyumbang kepada kesejahteraan umum.
· Keterampilan sebagai warganegara yang baik
TANGGAPAN
Pendekatan Pengembangan Kurikulum
Pendekatan merupakan titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu. Sehingga bila dikaitkan dengan kurikulum, pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum sendiri memiliki makna yang cukup luas. Sukadinata (2000) mengemukakan bahwa pengembangan kurikulum adalah penyusunan kurikulum yang sama sekali baru (curriculum construction), bisa juga menyempurnakan kurikulum yang telah ada (curriculum improvement). Di satu sisi pengembangan kurikulum merupakan penyusunan seluruh perangkat kurikulum mulai dari dasar, struktur dan sebaran mata pelajaran, garis-garis besar program pengajaran, hingga pedoman pelaksanaannya (macro curriculum), dan di sisi lain berkenaan dengan penjabaran kurikulum (GBPP) yang telah disusun pusat menjadi rencana dan persiapan mengajar yang lebih khusus, yang dikerjakan oleh guru, seperti penyusunan Rencana Tahunan, caturwulan, satuan pelajaran, dan sebagainya (micro curriculum).
Dengan melihat dua cakupan pengembangan kurikulum, ada dua pendekatan yang dapat diterapkan dalam pengembangannya. Pertama, pendekatan top down atau pendekatan administratif, yaitu pendekatan dengan sistem komando dari atas ke bawah, dan kedua adalah pendekatan grassroot, yaitu pengembangan kurikulum dari bawah ke atas, yang diawali oleh inisiatif dari bawah kemudian disebarluaskan pada tingkat dan skala yang lebih luas.
1. Pendekatan Top Down
Pengembangan kurikulum pada pendekatan ini muncul dari pejabat pendidikan atau para administrator atau pemegang kebijakan pendidikan seperti dirjen atau Kepala Kantor Wilayah. Semacam garis komando, pengembangan kurikulum kemudian diteruskan ke bawah, sehingga pendekatan ini disebut juga line staff model. Pendekatan ini biasa digunakan Negara yang memiliki sistem pendidikan sentralisasi.
Prosedur kerja atau proses pengembangan kurikulum dengan pendekatan ini adalah sebagai berikut:
Pertama : pembentukan tim pengarah oleh pejabat pendidikan. Anggota tim biasanya terdiri dari pejabat di bawahnya, seperti pengawas pendidikan, ahli kurikulum dsb. Tim pengarah ini bertugas merumuskan konsep dasar, garis-garis besar kebijakan, menyiapkan rumusan falsafah pendidikan, dan tujuan umum pendidikan.
Kedua : menyusun tim atau kelompok kerja untuk menjabarkan kebijakan atau rumusan-rumusan yang telah disusun tim pengarah. Anggota tim ini adalah para ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi, ditambah dengan guru-guru senior yang sudah berpengalaman. Tim ini bertugas merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional dari tujuan umum, memilih dan menyusun sequence bahan pelajaran, memilih strategi pengajaran dan alat bantu petunjuk evaluasi, serta menyusun pedoman pelaksanaan kurikulum untuk guru.
Ketiga : bila kurikulum sudah selesai disusun oleh tim atau kelompok kerja, selanjutnya hasilnya diserahkan kepada tim perumus untuk dikaji dan diberi catatan atau revisi. Bila perlu kurikulum tersebut akan diujicoba , dievaluasi, dan disempurnakan.
Keempat : para asministrator selanjutnya memerintahkan kepada setiap sekolah untuk mengimplementasikan kurikulum yang telah disusun tersebut.
Dari langkah-langkah tersebut tampak bahwa inisiaif pengembangan kurikulum berasal dari pemegang kebijakan pendidikan, sedangkan guru hanya bertugas sebagai pelaksana kurikulum yang telah ditentukan oleh para pemegang kurikulum, sehingga disebut pendekatan dengan system komando.
2. Pendekatan Grass roots
Pada pendekatan grass roots,inisiatif pengembangan kurikulum dimulai dari lapangan atau dari guru-guru sebagai implementator, kemudian menyebar pada wilayah yang lebih luas, karena itu pendekatan ini disebut pendekatan dari bawah ke atas. Pendekatan ini lebih banyak digunakan untuk penyempurnaan kurikulum (curriculum improvement), walaupun terkadang juga digunakan dalam pe-ngembangan kurikulum baru (curriculum construction).
Dalam pelaksanaanya terdapat dua syarat yang harus dipenuhi :
Pertama : kurikulum yang dikembangkan bersifat lentur sehingga memberikan kesempatan kepada setiap guru secara terbuka untuk memperbarui atau menyempurnakan kurikulum yang sedang diberlakukan.
Kedua : guru memiliki sikap professional yang tinggi disertai kemampuan yang memadai, yang ditandai dengan keinginan untuk mencoba dan mencoba sesuatu yang baru dalam upaya meningkatkan kinerjanya, selalu menambah pengetahuan dan wawasannya, untuk menacapai kesempurnaan.
Adapun langkah-langkah untuk melaksanakan pendekatan ini adalah sebagai berikut :
Pertama : menyadari adanya masalah, karena pendekatan ini biasanya diawali dari keresahan guru tentang kurikulum yang berlaku.
Kedua : mengadakan refleksi, yaitu dengan mengkaji literatur yang relevan misalnya dengan membaca buku, jurnal hasil penelitian, internet, diskusi, wawancara dsb.
Ketiga : mengajukan hipotesis atau jawaban sementara, dengan memetakan berbagai kemungkinan munculnya masalah dan cara penanggulangannya.
Keempat : menentukan hipotesis yang sangat mungkin dekat dan dapat dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan. Penentuan di sini juga disertai dengan kajian terhadap berbagai hambatan yang akan terjadi sehingga lebih dini untuk dapat diatasi.
Kelima : mengimplementasikan perencanaan dan mengevaluasinya secara terus menerus hingga masalah yang dihadapi dapat terpecahkan. Di sini bisa dilakukan dengan diskusi antar teman sejawat.
Keenam : membuat dan menyusun laporanhasil pelaksanaan pengembangan melalui grassroot. Langkah ini penting dilakukan sebagai bahan publikasi dan diseminasi, sehingga memungkinkan dapat dimanfaatkan dan diterapkan oleh orang lain sehingga hasil pengembangan tersebut semakin tersebar.
Pada pedekatan ini guru berperan lebih dari sekedar pelaksana kurikulum, bahkan peran guru sebagai implementator perubahan dan penyempurnaan kurikulum sangat menentukan, sedangkan administrator tidak lagi berperan sebagai pengendali pengembangan, tetapi hanya sebagai motivator dan fasilitator.
Pendekatan ini dimungkinkan pada negara dengan system pendidikan yang desentralisasi, sebab kebijakan pendidikan tidak ditentukan oleh pusat, tetapi ditentukan oleh daerah bahkan oleh sekolah, karena itu, untuk memperoleh kualitas lulusan sekolah, dapat terjadi persaingan antar sekolah atau antar daerah.
SIMPULAN
Secara umum pendekatan-pendekatan pengembangan dalam kurikulum adalah :
1. Pendekatan Sentralistik
Pendekatan sentralistik adalah pendekatan yang terpusat. Pendekatan ini memiliki kelebihan adalah mudahnya dicapai consensus, sangat baik dan memelihara budaya nasional, sangat membantu dalam perlasan kesempatan belajar, an mudah dalam mengadakan inovasi, sedangkan kekurangan pendekatan sentralistik adalah kurang mamu beradaptasi dengan kebutuhan lokal (daerah).
2. Pendekatan Desentralistik
Pendekatan desentralistik adalah pendekatan yang disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing. Kelebihan pendekatan ini adalah mudah diadaptasi dengan kebutuhan dan situasi budaya daerah/lokal, namun memiliki kelemahan yaitu kesulitan untuk mencapai konsensus dari berbagai keragaman kebutuhan daerah. Tuntutan utama dari pendekatan desentralistik adalah tuntutan kemampuan setiap pengembang kurikulum yang harus menyebar dari tingkat pusat, daerah, sampai pada tinglkat satuan pendidikan di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution. 2006. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta ; PT. Bumi Aksara
Hamalik, Oemar. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Pengembangan Kurikulum teori dan Praktek. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Yulaelawati, Ella. 2004. Kurikulum dan pembelajaran Filosofi Teori dan Prakrtek. Bandung : Pakar Raya
http://homeamanah.blogspot.com/
http://naanaaolayforever.wordpress.com/
http://mashasin.wordpress.com/
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/
http://ndriizwitsal.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar