Ganti kurikulum berarti ganti juga buku-buku pelajaran yang digunakan sebagai bahan ajar di sekolah. Ini berarti akan memberatkan orang tua atau guru dan menyulitkan peserta didik untuk memenuhi buku sebagai sumber belajar. Tetapi, hal itu dibantah oleh Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud), Musliar Kasim. Dia memastikan, kurikulum baru tidak akan menyulitkan peserta didik, terutama dalam memenuhi kebutuhan buku belajar seperti Lembar Kerja Siswa (LKS) yang selama ini dinilai memberatkan.
"Untuk kurikulum baru, LKS tidak ada lagi. Yang ada adalah buku panduan guru untuk mengajar dan buku siswa," kata Musliar Kasim (10/12/2012).
Dalam kurikulum baru yang diterapkan Juni 2013, pemerintah juga akan melengkapinya dengan buku panduan bagi guru dan siswa. Rencananya, buku-buku pelajaran yang akan digunakan oleh peserta didik akan dibuat oleh tim penyusun yang dibentuk Kemendikbud. Tim penyusun ini beranggotakan guru-guru dan para ahli pendidikan. Penerbit-penerbit buku hanya akan memiliki hak untuk menggandakan, bukan menulis buku pelajaran baru.
Banyaknya buku yang harus dimiliki peserta didik, seperti LKS, menurut Wamendikbud ini disebabkan tidak adanya komitmen kalangan guru dalam menerapkan kurikulum yang ada. Ketidakmauan guru untuk membuat LKS membuat penerbit memanfaatkan itu. Penerbitlah yang menyusun LKS tersebut dan menawarkannya ke sekolah-sekolah. Sehingga peserta didik harus kembali mengeluarkan uang untuk mendapatkan bahan belajar seperti LKS.
"Mestinya kalau kita komit, tidak diperlukan adanya LKS ini. Selama ini (LKS, red) ada karena guru malas saja. Karena sudah terbiasa seperti itu, maka penerbit memang mencari celah untuk masuk," jelas Musliar Kasim di Jakarta.
Sebelumnya, Mendikbud Mohammad Nuh juga menjelaskan buku-buku pelajaran baru tidak boleh membebani masyarakat. Dalam kurikulum baru, buku ajar disiapkan oleh Kemdikbud. Hanya ada satu buku saja yang akan diajarkan oleh guru di sekolah. "Buku-buku baru sebagai pengembangan kurikulum tidak boleh menjadi beban bagi masyarakat. Nanti tidak ada lagi LKS, karena dalam buku sudah ada soal-soalnya. Sehingga anak-anak juga bawa bukunya enak, nyaman," ujar Mohammad Nuh, (6/12/2012).
LKS memang sebaiknya dibuat sendiri oleh guru, sesuai dengan rencana pembelajaran yang sudah dibuatnya. LKS bukan kumpulan soal, melainkan langkah-langkah kegiatan yang dilakukan peserta didik untuk membangun pengetahuanya, yang mungkin itu bisa berupa pertanyaan. Bagaimana komentar Bapak Ibu? Yang jelas, akan seperti apa buku pelajaran dan LKS yang akan digunakan Kemendikbud pada kurikulum 2013 membuat kita penasaran.
Dipublikasikan Selasa, 18 Desember 2012