NPSN : 10800266 Jln. SPONTAN Desa SIDOREJO Kec. SIDOMULYO Kab. LAMPUNG SELATAN Prov. LAMPUNG
SD Negeri yang terletak di Jln. Spontan No. 47 Desa Sidorejo Kecamatan Sidomulyo Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung ini telah berdiri sejak tahun 1982, hingga kini masih belum lengkap Ruang Kelasnya.
Sedangkan Rombongan Belajarnya sejak 6 tahun setelah berdiri, sudah ada 6 rombel hingga saat ini.
Padahal pihak sekolah sudah mengajukan proposal RKB berulang kali, dan beberapa bulan yang lalu sudah diverifikasi kelayakan untuk mendapatkan RKB.
Memang jumlah siswanya hanya 108 siswa, bagaimana tidak jumlah siswanya sedikit? Orang tua murid yang akan menyekolahkan anaknya ke sekolah ini rata-rata tidak mau, karena hawatir kalau anaknya mendapat kelas darurat yang sangat memprihatinkan ini. Sehingga para orang tua murid lebih baik menyekolahkan anaknya ke sekolah yang SARPRASNYA terutama gedungnya yang sudah lengkap.
Anehnya, sekolah yang memang sudah lengkap ruang kelasnya selalu dapat RKB.
HERAN YA......!!!!!!
Sebenarnya, lebih diutamakan jumlah siswanya terlebih dahulu, atau ruang kelasnya terlebih dahulu?
Bila ruang kelasnya saja kurang, bagaimana mungkin orang tua murid akan menyekolahkan anaknya ke sekolah itu????
POKOKNYA HERAN......!!!!!
RPP dan Silabus Kelas 2 SD Kurikulum 2013
RPP dan Silabus Kelas 2 SD Kurikulum 2013: RPP dan Silabus Kelas 2 SD sesuai dengan Kurikulum 2013 mengacu pada Kompetensi Inti sebagai berikut: Menerima dan menjalankan ajara...
RPP dan Silabus Kelas 2 SD Kurikulum 2013
RPP dan Silabus Kelas 2 SD Kurikulum 2013: RPP dan Silabus Kelas 2 SD sesuai dengan Kurikulum 2013 mengacu pada Kompetensi Inti sebagai berikut: Menerima dan menjalankan ajara...
RPP dan Silabus Kelas 2 SD Kurikulum 2013
RPP dan Silabus Kelas 2 SD Kurikulum 2013: RPP dan Silabus Kelas 2 SD sesuai dengan Kurikulum 2013 mengacu pada Kompetensi Inti sebagai berikut: Menerima dan menjalankan ajara...
RPP dan Silabus Kelas 2 SD Kurikulum 2013
RPP dan Silabus Kelas 2 SD Kurikulum 2013: RPP dan Silabus Kelas 2 SD sesuai dengan Kurikulum 2013 mengacu pada Kompetensi Inti sebagai berikut: Menerima dan menjalankan ajara...
Konsep Dasar Manajemen Peserta Didik
A.
Apa yang Dimaksud dengan Manajemen Peserta Didik
Manajemen
peserta didik dapat diartikan sebagai usaha pengaturan terhadap
peserta didik mulai dari peserta didik tersebut masuk sekolah sampai
dengan mereka lulus sekolah. Knezevich (1961) mengartikan
manajemen peserta didik atau pupil personnel administration
sebagai suatu layanan yang memusatkan perhatian pada pengaturan,
pengawasan dan layanan siswa di kelas dan di luar kelas seperti:
pengenalan, pendaftaran, layanan individual seperti pengembangan
keseluruhan kemampuan, minat, kebutuhan sampai ia matang di sekolah.
Secara
sosiologis, peserta didik mempunyai kesamaan-kesamaan.
Adanya kesamaan-kesamaan yang dipunyai anak inilah yang melahirkan
kensekuensi kesamaan hak-hak yang mereka punyai. Kesamaan hak-hak
yang dimiliki oleh anak itulah, yang kemudian melahirkan layanan
pendidikan yang sama melalui sistem persekolahan (schooling).
Dalam sistem demikian, layanan yang diberikan diaksentuasikan kepada
kesamaan-kesamaan yang dipunyai oleh anak. Pendidikan melalui sistem
schooling dalam realitasnya memang lebih bersifat massal
ketimbang bersifat individual.
Layanan
yang lebih diaksentuasikan kepada kesamaan anak yang bersifat
massal ini, kemudian digugat. Gugatan demikian, berkaitan erat dengan
pandangan psikologis
mengenai anak. Bahwa setiap individu pada hakekatnya adalah
berbeda. Oleh karena berbeda, maka mereka membutuhkan layanan-layanan
pendidikan yang berbeda.
Layanan
atas kesamaan yang dilakukan oleh sistem schooling tersebut
dipertanyakan, dan sebagai responsinya kemudian diselipkan
layanan-layanan yang berbeda pada sistem schooling tersebut.
Adanya
dua tuntutan pelayanan terhadap siswa,– yakni aksentuasi pada
layanan kesamaan dan perbedaan anak–, melahirkan pemikiran
pentingnya manajemen peserta didik untuk mengatur bagaimana
agar tuntutan dua macam layanan tersebut dapat dipenuhi di sekolah.
Baik
layanan yang teraksentuasi pada kesamaan maupun pada perbedaan
peserta didik, sama-sama diarahkan agar peserta didik berkembang
seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuannya.
B.
Tujuan dan Fungsi Manajemen Peserta Didik
Tujuan
umum manajemen peserta didik adalah: mengatur kegiatan-kegiatan
peserta didik agar kegiatan-kegiatan tersebut menunjang proses
belajar mengajar di sekolah; lebih lanjut, proses belajar mengajar di
sekolah dapat berjalan lancar, tertib dan teratur sehingga dapat
memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan sekolah dan tujuan
pendidikan secara keseluruhan.
Tujuan
khusus manajemen peserta didik adalah sebagai berikut:
- Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan psikomotor peserta didik.
- Menyalurkan dan mengembangkan kemampuan umum (kecerdasan), bakat dan minat peserta didik.
- Menyalurkan aspirasi, harapan dan memenuhi kebutuhan peserta didik.
- Dengan terpenuhinya 1, 2, dan 3 di atas diharapkan peserta didik dapat mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan hidup yang lebih lanjut dapat belajar dengan baik dan tercapai cita-cita mereka.
Fungsi
manajemen peserta didik secara umum adalah: sebagai wahana bagi
peserta didik untuk mengembangkan diri seoptimal mungkin, baik yang
berkenaan dengan segi-segi individualitasnya, segi sosialnya, segi
aspirasinya, segi kebutuhannya dan segi-segi potensi peserta didik
lainnya.
Fungsi
manajemen peserta didik secara khusus dirumuskan sebagai berikut:
- Fungsi yang berkenaan dengan pengembangan individualitas peserta didik, ialah agar mereka dapat mengembangkan potensi-potensi individualitasnya tanpa banyak terhambat. Potensi-potensi bawaan tersebut meliputi: kemampuan umum (kecerdasan), kemampuan khusus (bakat), dan kemampuan lainnya.
- Fungsi yang berkenaan dengan pengembangan fungsi sosial peserta didik ialah agar peserta didik dapat mengadakan sosialisasi dengan sebayanya, dengan orang tua dan keluarganya, dengan lingkungan sosial sekolahnya dan lingkungan sosial masyarakatnya. Fungsi ini berkaitan dengan hakekat peserta didik sebagai makhluk sosial.
- Fungsi yang berkenaan dengan penyaluran aspirasi dan harapan peserta didik, ialah agar peserta didik tersalur hobi, kesenangan dan minatnya. Hobi, kesenangan dan minat peserta didik demikian patut disalurkan, oleh karena ia juga dapat menunjang terhadap perkembangan diri peserta didik secara keseluruhan.
- Fungsi yang berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan peserta didik ialah agar peserta didik sejahtera dalam hidupnya. Kesejahteraan demikian sangat penting karena dengan demikian ia akan juga turut memikirkan kesejahteraan sebayanya.
C.
Prinsip-Prinsip Manajemen Peserta Didik
Yang
dimaksudkan dengan prinsip adalah sesuatu yang harus dipedomani dalam
melaksanakan tugas. Jika sesuatu tersebut sudah tidak dipedomani
lagi, maka akan tanggal sebagai suatu prinsip. Prinsip manajemen
peserta didik mengandung arti bahwa dalam rangka memanaj peserta
didik, prinsip-prinsip yang disebutkan di bawah ini haruslah selalu
dipegang dan dipedomani. Adapun prinsip-prinsip manajemen peserta
didik tersebut adalah sebagai berikut:
- Manajemen peserta didik dipandang sebagai bagian dari keseluruhan manajemen sekolah. Oleh karena itu, ia harus mempunyai tujuan yang sama dan atau mendukung terhadap tujuan manajemen secara keseluruhan. Ambisi sektoral manajemen peserta didikB tetap ditempatkan dalam kerangka manajemen sekolah. Ia tidak boleh ditempatkan di luar sistem manajemen sekolah.
- Segala bentuk kegiatan manajemen peserta didik haruslah mengemban misi pendidikan dan dalam rangka mendidik para peserta didik. Segala bentuk kegiatan, baik itu ringan, berat, disukai atau tidak disukai oleh peserta didik, haruslah diarahkan untuk mendidik peserta didik dan bukan untuk yang lainnya.
- Kegiatan-kegiatan manajemen peserta didik haruslah diupayakan untuk mempersatukan peserta didik yang mempunyai aneka ragam latar belakang dan punya banyak perbedaan. Perbedaan-perbedaan yang ada pada peserta didik, tidak diarahkan bagi munculnya konflik di antara mereka melainkan justru mempersatukan dan saling memahami dan menghargai.
- Kegiatan manajemen peserta didik haruslah dipandang sebagai upaya pengaturan terhadap pembimbingan peserta didik. Oleh karena membimbing, haruslah terdapat ketersediaan dari pihak yang dibimbing. Ialah peserta didik sendiri. Tidak mungkin pembimbingan demikian akan terlaksana dengan baik manakala terdapat keengganan dari peserta didik sendiri.
- Kegiatan manajemen peserta didik haruslah mendorong dan memacu kemandirian peserta didik. Prinsip kemandirian demikian akan bermanfaat bagi peserta didik tidak hanya ketika di sekolah, melainkan juga ketika sudah terjun ke masyarakat. Ini mengandung arti bahwa ketergantungan peserta didik haruslah sedikit demi sedikit dihilangkan melalui kegiatan-kegiatan manajemen peserta didik.
- Apa yang diberikan kepada peserta didik dan yang selalu diupayakan oleh kegiatan manajemen peserta didik haruslah fungsional bagi kehidupan peserta didik baik di sekolah lebih-lebih di masa depan.
D.
Pendekatan Manajemen Peserta Didik
Ada
dua pendekatan yang digunakan dalam manajemen peserta didik (Yeager,
1994). Pertama, pendekatan kuantitatif (the quantitative
approach). Pendekatan ini lebih menitik beratkan pada segi-segi
administratif dan birokratik lembaga pendidikan. Dalam pendekatan
demikian, peserta didik diharapkan banyak memenuhi tuntutan-tuntutan
dan harapan-harapan lembaga pendidikan di tempat peserta didik
tersebut berada. Asumsi pendekatan ini adalah, bahwa peserta didik
akan dapat matang dan mencapai keinginannya, manakala dapat memenuhi
aturan-aturan, tugas-tugas, dan harapan-harapan yang diminta oleh
lembaga pendidikannya.
Wujud
pendekatan ini dalam manajemen peserta didik secara operasional
adalah: mengharuskan kehadiran secara mutlak bagi peserta didik di
sekolah, memperketat presensi, penuntutan disiplin yang tinggi,
menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Pendekatan
demikian, memang teraksentuasi pada upaya agar peserta didik menjadi
mampu.
Kedua,
pendekatan kualitatif (the qualitative approach). Pendekatan
ini lebih memberikan perhatian kepada kesejahteraan peserta didik.
Jika pendekatan kuantitatif di atas diarahkan agar peserta didik
mampu, maka pendekatan kualitatif ini lebih diarahkan agar peserta
didik senang. Asumsi dari pendekatan ini adalah, jika peserta didik
senang dan sejahtera, maka mereka dapat belajar dengan baik serta
senang juga untuk mengembangkan diri mereka sendiri di lembaga
pendidikan seperti sekolah. Pendekatan ini juga menekankan perlunya
penyediaan iklim yang kondusif dan menyenangkan bagi pengembangan
diri secara optimal.
Di
antara kedua pendekatan tersebut, tentu dapat diambil jalan
tengahnya, atau sebutlah dengan pendekatan padu. Dalam pendekatan
padu demikian, peserta didik diminta untuk memenuhi tuntutan-tuntutan
birokratik dan administratif sekolah di satu pihak, tetapi di sisi
lain sekolah juga menawarkan insentif-insentif lain yang dapat
memenuhi kebutuhan dan kesejahteraannya. Di satu pihak siswa diminta
untuk menyelesaikan tugas-tugas berat yang berasal dari lembaganya,
tetapi di sisi lain juga disediakan iklim yang kondusif untuk
menyelesaikan tugasnya. Atau, jika dikemukakan dengan kalimat
terbalik, penyediaan kesejahteraan, iklim yang kondusif, pemberian
layanan-layanan yang andal adalah dalam rangka mendisiplinkan peserta
didik, penyelesaian tugas-tugas peserta didik.
Konsep Dasar Manajemen Keuangan Sekolah
A. Pengertian Manajemen Keuangan
Manajemen
keuangan merupakan salah satu substansi manajamen sekolah yang akan
turut menentukan berjalannya kegiatan pendidikan di sekolah.
Sebagaimana yang terjadi di substansi manajemen pendidikan pada
umumnya, kegiatan manajemen keuangan dilakukan melalui proses
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian,
pengawasan atau pengendalian.
Beberapa
kegiatan manajemen keuangan yaitu memperoleh dan menetapkan
sumber-sumber pendanaan, pemanfaatan dana, pelaporan, pemeriksaan dan
pertanggungjawaban (Lipham, 1985; Keith, 1991)
Menurut
Depdiknas (2000) bahwa manajemen keuangan merupakan tindakan
pengurusan/ketatausahaan keuangan yang meliputi pencatatan,
perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban dan pelaporan
Dengan demikian, manajemen keuangan sekolah dapat diartikan sebagai
rangkaian aktivitas mengatur keuangan sekolah mulai dari perencanaan,
pembukuan, pembelanjaan, pengawasan dan pertanggung-jawaban keuangan
sekolah.
B.
Tujuan Manajemen Keuangan Sekolah
Melalui
kegiatan manajemen keuangan maka kebutuhan pendanaan kegiatan sekolah
dapat direncanakan, diupayakan pengadaannya, dibukukan secara
transparan, dan digunakan untuk membiayai pelaksanaan program sekolah
secara efektif dan efisien. Untuk itu tujuan manajemen keuangan
adalah:
- Meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan keuangan sekolah
- Meningkatkan akuntabilitas dan transparansi keuangan sekolah.
- Meminimalkan penyalahgunaan anggaran sekolah.
Untuk
mencapai tujuan tersebut, maka dibutuhkan kreativitas kepala sekolah
dalam menggali sumber-sumber dana, menempatkan bendaharawan yang
menguasai dalam pembukuan dan pertanggung-jawaban keuangan serta
memanfaatkannya secara benar sesuai peraturan perundangan yang
berlaku.
C.
Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan
Manajemen
keuangan sekolah perlu memperhatikan sejumlah prinsip. Undang-undang
No 20 Tahun 2003 pasal 48 menyatakan bahwa pengelolaan dana
pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi,
transparansi, dan akuntabilitas publik. Disamping itu prinsip
efektivitas juga perlu mendapat penekanan. Berikut ini dibahas
masing-masing prinsip tersebut, yaitu transparansi, akuntabilitas,
efektivitas, dan efisiensi.
1.
Transparansi
Transparan
berarti adanya keterbukaan. Transparan di bidang manajemen berarti
adanya keterbukaan dalam mengelola suatu kegiatan. Di lembaga
pendidikan, bidang manajemen keuangan yang transparan berarti adanya
keterbukaan dalam manajemen keuangan lembaga pendidikan, yaitu
keterbukaan sumber keuangan dan jumlahnya, rincian penggunaan, dan
pertanggungjawabannya harus jelas sehingga bisa memudahkan
pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengetahuinya. Transparansi
keuangan sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan dukungan
orangtua, masyarakat dan pemerintah dalam penyelenggaraan seluruh
program pendidikan di sekolah. Disamping itu transparansi dapat
menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah, masyarakat,
orang tua siswa dan warga sekolah melalui penyediaan informasi dan
menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan
memadai.
Beberapa
informasi keuangan yang bebas diketahui oleh semua warga sekolah dan
orang tua siswa misalnya rencana anggaran pendapatan dan belanja
sekolah (RAPBS) bisa ditempel di papan pengumuman di ruang guru atau
di depan ruang tata usaha sehingga bagi siapa saja yang membutuhkan
informasi itu dapat dengan mudah mendapatkannya. Orang tua siswa bisa
mengetahui berapa jumlah uang yang diterima sekolah dari orang tua
siswa dan digunakan untuk apa saja uang itu. Perolehan informasi ini
menambah kepercayaan orang tua siswa terhadap sekolah.
2.
Akuntabilitas
Akuntabilitas
adalah kondisi seseorang yang dinilai oleh orang lain karena kualitas
performansinya dalam menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan yang
menjadi tanggung jawabnya. Akuntabilitas di dalam manajemen keuangan
berarti penggunaan uang sekolah dapat dipertanggungjawabkan sesuai
dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Berdasarkan perencanaan
yang telah ditetapkan dan peraturan yang berlaku maka pihak sekolah
membelanjakan uang secara bertanggung jawab. Pertanggungjawaban dapat
dilakukan kepada orang tua, masyarakat dan pemerintah. Ada tiga pilar
utama yang menjadi prasyarat terbangunnya akuntabilitas, yaitu (1)
adanya transparansi para penyelenggara sekolah
dengan menerima masukan dan mengikutsertakan berbagai komponen dalam
mengelola sekolah , (2) adanya standar kinerja di
setiap institusi yang dapat diukur dalam melaksanakan tugas, fungsi
dan wewenangnya, (3) adanya partisipasi untuk saling
menciptakan suasana kondusif dalam menciptakan pelayanan masyarakat
dengan prosedur yang mudah, biaya yang murah dan pelayanan yang cepat
3.
Efektivitas
Efektif
seringkali diartikan sebagai pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Garner(2004) mendefinisikan efektivitas lebih dalam lagi, karena
sebenarnya efektivitas tidak berhenti sampai tujuan tercapai tetapi
sampai pada kualitatif hasil yang dikaitkan dengan pencapaian visi
lembaga. Effectiveness ”characterized by qualitative outcomes”.
Efektivitas lebih menekankan pada kualitatif outcomes.
Manajemen keuangan dikatakan memenuhi prinsip efektivitas kalau
kegiatan yang dilakukan dapat mengatur keuangan untuk membiayai
aktivitas dalam rangka mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan dan
kualitatif outcomes-nya sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan.
4.
Efisiensi
Efisiensi
berkaitan dengan kuantitas hasil suatu kegiatan. Efficiency
”characterized by quantitative outputs” (Garner,2004).
Efisiensi adalah perbandingan yang terbaik antara masukan (input) dan
keluaran (out put) atau antara daya dan hasil. Daya yang dimaksud
meliputi tenaga, pikiran, waktu, biaya. Perbandingan tersebut dapat
dilihat dari dua hal:
a.
Dilihat dari segi penggunaan waktu, tenaga dan biaya:
Kegiatan
dapat dikatakan efisien kalau penggunaan waktu, tenaga dan biaya yang
sekecil-kecilnya dapat mencapai hasil yang ditetapkan.
Ragam
efisiensi dapat dijelaskan melalui hubungan antara penggunaan waktu,
tenaga, biaya dan hasil yang diharapkan dapat dilihat pada gambar
berikut ini:
Hubungan
penggunaan waktu, tenaga, biaya dan hasil yang diharapkan
Pada
gambar di atas menunjukkan penggunaan daya C dan hasil D yang paling
efisien, sedangkan penggunaan daya A dan hasil D menunjukkan paling
tidak efisien.
b.
Dilihat dari segi hasil
Kegiatan
dapat dikatakan efisien kalau dengan penggunaan waktu, tenaga dan
biaya tertentu memberikan hasil sebanyak-banyaknya baik kuantitas
maupun kualitasnya.
Ragam
efisiensi tersebut dapat dilihat dari gambar berikut ini:
Hubungan
penggunaan waktu, tenaga, biaya tertentu dan ragam hasil yang
diperoleh
Pada
gambar di atas menunjukkan penggunaan waktu, tenaga, biaya A
dan hasil B paling tidak efisien. Sedangkan
penggunaan waktu, tenaga, biaya A dan hasil D
paling efisien.
Tingkat
efisiensi dan efektivitas yang tinggi memungkinkan terselenggaranya
pelayanan terhadap masyarakat secara memuaskan dengan menggunakan
sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab.
Profil Manajer dan Pemimpin Pendidikan yang Dibutuhkan Saat ini
Untuk menghadapi tantangan dan permasalahan pendidikan nasional yang amat berat saat ini, mau tidak mau pendidikan harus dipegang oleh para manajer dan pemimpin yang sanggup menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan yang ada, baik pada level makro maupun mikro di sekolah.
Merujuk
pada pemikiran Rodney Overton (2002) tentang profil manajer dan
pemimpin yang dibutuhkan saat ini, berikut ini diuraikan secara
singkat tentang 20 profil manajer dan pemimpin pendidikan yang yang
dibutuhkan saat ini.
1.
Mampu menginspirasi melalui antusiasme yang menular.
Pendidikan
harus dikelola secara sungguh-sungguh, oleh karena itu para manajer
(pemimpin) pendidikan harus dapat menunjukkan semangat dan
kesungguhan di dalam melaksanakan segenap tugas dan pekerjaanya.
Semangat dan kesungguhan dalam bekerja ini kemudian ditularkan kepada
semua orang dalam organisasi, sehingga mereka pun dapat bekerja
dengan penuh semangat dan besungguh-sungguh.
2.
Memiliki standar etika dan integritas yang tinggi.
Penguasaan
standar etika dan integritas yang tinggi oleh para manajer atau
pemimpin pendidikan tidak hanya terkait dengan kepentingan
kepemimpinan dalam organisasi, namun juga tidak lepas dari hakikat
pendidikan itu sendiri. Pendidikan adalah usaha untuk menciptakan
manusia-manusia yang memiliki standar etika dan kejujuran yang
tinggi. Oleh karena itu, pendidikan sudah seharusnya dipegang oleh
para manajer (pemimpin) yang memiliki standar etika dan kejujuran
yang tinggi, sehingga pada gilirannya semua orang dalam organisasi
dapat memiliki standar etika dan kejujuran yang tinggi.
3.
Memiliki tingkat energi yang tinggi.
Mengurusi
pendidikan sebenarnya bukanlah mengurusi hal-hal yang sifatnya
sederhana, karena didalamnya terkandung usaha untuk mempersiapkan
suatu generasi yang akan mengambil tongkat estafet kelangsungan suatu
bangsa.di masa yang akan datang. Kegagalan pendidikan adalah
kegagalan kelanjutan suatu generasi. Untuk mengurusi pendidikan
dibutuhkan energi dan motivasi yang tinggi dari para manajer dan
pemimpin pendidikan. Pendidikan membutuhkan manajer (pemimpin) yang
memiliki ketabahan, daya tahan (endurance) dan pengorbanan
yang tinggi dalam mengelola pendidikan.
4.
Memiliki keberanian dan komitmen
Saat
ini pendidikan dihadapkan pada lingkungan yang selalu berubah-ubah,
yang menuntut keberanian dari para manajer (pemimpin) pendidikan
untuk melakukan perubahan-perubahan
agar bisa beradaptasi dengan tuntutan perubahan yang
ada. Selain itu, pendidikan membutuhkan manajer (pemimpin) yang
memiliki komitmen tinggi terhadap pekerjaannya. Kehadirannya sebagai
manajer (pemimpin) benar-benar dapat memberikan kontribusi yang
signifikan bagi kemajuan organisasi, yang didasari rasa kecintaannya
terhadap pendidikan.<
5.
Memiliki tingkat kreativitas yang tinggi dan bersikap
nonkonvensional.
Saat
ini permasalahan dan tantangan yang dihadapi pendidikan sangat
kompleks, sehingga menuntut cara-cara penyelesaian yang tidak mungkin
hanya dilakukan melalui cara-cara konvensional. Manajer (pemimpin)
pendidikan yang memiliki kreativitas tinggi akan mendorong terjadinya
berbagai inovasi dalam praktik-praktik pendidikan, baik pada tataran
manjerialnya itu sendiri maupun inovasi dalam praktik pembelajaran
siswa.
6.
Berorientasi pada tujuan, namun realistis<
Tujuan
pendidikan berbeda dengan tujuan-tujuan dalam bidang-bidang lainnya.
Oleh karena itu, seorang manajer (pemimpin) pendidikan harus memahami
tujuan-tujuan pendidikan. Di bawah kepemimpinnanya, segenap usaha
organisasi harus diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan dengan
menjalankan fungsi-fungsi manajemen beserta seluruh substansinya.
Pencapaian tujuan pendidikan disusun secara realistis, dengan
ekspektasi yang terjangkau oleh organisasi, tidak terlalu rendah dan
juga tidak terlalu tinggi.
7.
Memiliki kemampuan organisasi yang tinggi
Kegiatan
pendidikan adalah kegiatan yang melibatkan banyak komponen, yang di
dalamnya membutuhkan upaya pengorganisasian secara tepat dan memadai.
Bagaimana mengoptimalkan sumber daya manusia yang ada, bagaimana
mengoptimalkan kurikulum dan pembelajaran, bagaimana mengoptimalkan
sumber dana, dan bagaimana mengoptimalkan lingkungan merupakan
hal-hal penting dalam pendidikan yang harus diorganisasikan
sedemikian rupa, sehingga menuntut kemampuan khusus dari para manajer
(pemimpin) pendidikan dalam mengorganisasikannya.
8.
Mampu menyusun prioritas
Begitu
banyaknya kegiatan yang harus dilakukan dalam pendidikan sehingga
menuntut para manajer (pemimpin) pendidikan untuk dapat memilah dan
memilih mana yang penting dan harus segera dilaksanakan dan mana yang
bisa ditunda atau mungkin diabaikan. Kemampuan manajer (pemimpin)
pendidikan dalam menyusun prioritas akan terkait dengan efektivitas
dan efisiensi pendidikan.
9.
Mendorong kerja sama tim dan tidak mementingkan diri sendiri, upaya
yang terorganisasi.
Kegiatan
dan masalah pendidikan yang sangat kompleks tidak mungkin
diselesaikan secara soliter dan parsial. Manajer (pemimpin)
pendidikan harus dapat bekerjasama dengan berbagai pihak, baik yang
berada dalam lingkungan internal maupun eksternal. Demikian pula,
manajer (pemimpin) pendidikan harus dapat mendorong para bawahannya
agar dapat bekerjasama dengan membentuk team
work yang
kompak dan cerdas, sekaligus dapat meletakkan kepentingan organisasi
di atas kepentingan pribadi.
10.
Memiliki kepercayaan diri dan memiliki minat tinggi akan pengetahuan.
Masalah
dan tantangan pendidikan yang tidak sederhana, menuntut para manajer
(pemimpin) pendidikan dapat memiliki keyakinan diri yang kuat. Dalam
arti, dia meyakini bahwa dirinya memiliki kemampuan dan kesanggupan
untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Dia juga memiliki
keyakinan bahwa apa yang dilakukannya dapat dipertanggungjawabkan
secara hukum, sosial, moral maupun intelektual. Keyakinan diri yang
kuat bukan berarti dia lantas menjadi seorang yang “over
confidence”, mengarah pada sikap arogan dan menganggap sepele
orang lain.. Di samping itu, sudah sejak lama pendidikan dipandang
sebagai kegiatan intelektual. Oleh karena itu, seorang manajer
(pemimpin) pendidikan harus dapat menunjukkan intelektualitas yang
tinggi, dengan memiliki minat yang tinggi akan pengetahuan, baik
pengetahuan tentang manajerial, pengetahuan tentang perkembangan
pendidikan bahkan pengetahuan umum lainnya.
11.
Sesuai dan waspada secara mental maupun fisik.
Tugas
dan pekerjaan manajerial pendidikan yang kompleks membutuhkan
kesiapan dan ketangguhan secara mental maupun fisik dari para manajer
pendidikan. Beban pekerjaan yang demikian berat dan diluar kapasitas
yang dimilikinya dapat mengganggu kesehatan mental dan fisik. Agar
dapat menjalankan roda organisasi dengan baik, seseorang manajer
(pemimpin) pendidikan harus dapat menjaga dan memelihara kesehatan
fisik dan mentalnya secara prima. Selain itu, manajer (pemimpin)
pendidikan harus dapat memperhatikan kesehatan mental dan fisik dari
seluruh anggota dalam organisasinya.
12.
Bersikap adil dan menghargai orang lain.
Dalam
organisasi pendidikan melibatkan banyak orang yang beragam
karakteristiknya, dalam kepribadian, keyakinan, cara pandang,
pengetahuan, keterampilan, pengalaman dan sebagainya. Kesemuanya itu
harus dapat diperlakukan dan ditempatkan secara proporsional oleh
manajer (pemimpin). Manajer (pemimpin) pendidikan harus memandang dan
menjadikan keragaman karakteristik ini sebagai sebuah kekuatan dalam
organisasi, bukan sebaliknya.
13.
Menghargai kreativitas
Untuk
meningkatkan mutu pendidikan dibutuhkan sentuhan kreativitas dari
semua orang yang terlibat di dalamnya. Tidak hanya menajer (pemimpin)
yang dituntut untuk berfikir kreatif, tetapi semua orang dalam
organisasi harus ditumbuhkan kreativitasnya. Pemikiran kreatif
biasanya berbeda dengan cara-cara berfikir pada umumnya. Dalam hal
ini, manajer (pemimpin) pendidikan harus dapat mengakomodasi
pemikiran-pemikiran kreatif dari setiap orang dalam organisasi, yang
mungkin saja pemikiran-pemikiran itu berbeda dengan sudut pandang
yang dimilikinya.
14.
Menikmati pengambilan resiko.
Tatkala
keputusan untuk berubah dan berinovasi telah diambil dan segala
resiko telah diperhitungkan secara cermat. Namun dalam
implementasinya, tidak mustahil muncul hal-hal yang berasa di luar
dugaan sebelumnya, maka dalam hal ini, manajer (pemimpin) pendidikan
harus tetap menunjukkan ketenangan, keyakinan dan berusaha
mengendalikan resiko-resiko yang muncul. Jika memang harus berhadapan
dengan sebuah kegagalan, manajer (pemimpin) pendidikan harus tetap
dapat menunjukkan tanggung jawabnya, tanpa harus mencari kambing
hitam dari kegagalan tersebut. Selanjutnya, belajarlah dari
pengalaman kegagalan tersebut untuk perbaikan pada masa-masa yang
akan datang.
15.
Menyusun pertumbuhan jangka panjang
Kegiatan
pendidikan bukanlah kegiatan sesaat, tetapi memiliki dimensi waktu
yang jauh ke depan. Seorang manajer (pemimpin) pendidikan memang
dituntut untuk membuktikan hasil-hasil kerja yang telah dicapai pada
masa kepemimpinannya, tetapi juga harus dapat memberikan landasan
yang kokoh bagi perkembangan organisasi, jauh ke depan setelah dia
menyelesaikan masa jabatannya. Kecenderungan untuk melakukan praktik
“politik bumi hangus” harus dihindari. Yang dimaksud dengan
“politik bumi hangus” disini adalah praktik kotor yang dilakukan
manajer (pemimpin) pendidikan pada saat menjelang akhir jabatannya,
misalnya dengan cara menghabiskan anggaran di tengah jalan, atau
merubah struktur organisasi yang sengaja dapat menimbulkan chaos
dalam organisasi, sehingga mewariskan masalah-masalah baru bagi
manajer (pemimpin) yang menggantikannya.
16.
Terbuka terhadap tantangan dan pertanyaan.
Menjadi
manajer (pemimpin) pendidikan berarti dia akan dihadapkan pada
sejumlah tantangan dan permasalahan yang harus dihadapi, merentang
dari yang sifatnya ringan hingga sangat berat sekali. Semua itu bukan
untuk dihindari atau ditunda-tunda tetapi untuk diselesaikan secara
tuntas.
17.
Tidak takut untuk menantang dan mempertanyakan.
Selain
harus mampu menyelesaikan masalah-masalah yang sudah ada (current
problems) secara tuntas, seorang manajer (pemimpin) pendidikan
harus memiliki keberanian untuk memunculkan tantangan dan
permasalahan baru, yang mencerminkan inovasi dalam organisasi. Dengan
demikian, menjadi manajer (pemimpin) pendidikan tidak hanya sekedar
melaksanakan rutinitas dan standar pekerjaan baku, tetapi memunculkan
pula sesuatu yang inovatif untuk kemajuan organisasi.
18.
Mendorong pemahaman yang mendalam untuk banyak orang.
Kegiatan
pendidikan menuntut setiap orang dalam organisasi dapat memahami
tujuan, isi dan strategi yang hendak dikembangkan dalam organisasi.
Manajer (pemimpin) pendidikan berkewajiban memastikan bahwa setiap
orang dalam organisasi dapat memahaminya secara jelas, sehingga
setiap orang dapat memamahi peran, tanggung jawab dan kontribusinya
masing-masing dalam organisasi. Selain itu, manajer (pemimpin)
pendidikan harus dapat mengembangkan setiap orang dalam organisasi
untuk melakukan perbuatan belajar sehingga organisasi pendidikan
benar-benar menjadi sebuah learning organization.
19.
Terbuka terhadap ide-ide dan pandangan baru.
Pandangan
yang keliru jika pendidikan dipandang sebagai sebuah kegiatan monoton
dan rutinitas belaka. Pendidikan harus banyak melahirkan berbagai
inovasi yang tidak hanya dibutuhkan untuk kepentingan pendidikan itu
sendiri tetapi juga kepentingan di luar pendidikan. Untuk dapat
melahirkan inovasi, manajer (pemimpin) pendidikan harus terbuka
dengan ide-ide dan pandangan baru, baik yang datang dari internal
maupun eksternal, terutama ide dan pandangan yang bersumber dari para
pengguna jasa (customer) pendidikan.
20.
Mengakui kesalahan dan beradaptasi untuk berubah.
Asumsi
yang mendasarinya adalah manajer (pemimpin) pendidikan adalah
manusia, yang tidak luput dari kesalahan. Jika melakukan suatu
kesalahan, seorang manajer (pemimpin) pendidikan harus memiliki
keberanian untuk mengakui kesalahannya tanpa harus mengorbankan pihak
lain atau mencari kambing hitam. Lakukan evaluasi dan perbaikilah
kesalahan pada masa-masa yang akan datang. Jika memang kesalahan yang
dilakukannya sangat fatal, baik secara moral, sosial, maupun yuridis
atau justru dia terlalu sering melakukan kesalahan mungkin yang
terbaik adalah adanya kesadaran diri bahwa sesungguhnya dia tidak
cocok dengan tugas dan pekerjaan yang diembannnya, dan itulah pilihan
yang terbaik bagi dirinya dan organisasi.
Langganan:
Postingan (Atom)
Tentang RA Kartini
Museum Kartini- Jejak Sejarah Yang Terabaikan
Opini tentang Kebaya : Antara Keteraturan dan Keterkungkungan
Riwayat Hidup R.A Kartini - Antara Pernikahan dan "Poligami"
RA Kartini – Sebuah Inspirasi Bagi Wanita Indonesia
Biografi RA Kartini - Uraian Singkat dan Lengkap Tentang Kartini
SILABUS SD/MI