PERANGKAT PKM
LAPORAN PKM 
  • APKG I dan II 
  • RAT dan SAT 
  • KKO 
  • Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Sekolah merupakan pusat pendidikan dan memiliki tuntutan untuk mampu menghasilkan output pendidikan yang unggul, mengutip pendapat Gorton (1976) yang menegaskan bahwa manajemen merupakan metode yang digunakan administrator untuk melakukan tugas-tugas tertentu atau mencapai tujuan tertentu.

    Dalam mendesain sekolah yang merupakan suatu organisasi, tentu di dalamnya terdapat tim administrasi sekolah yang terdiri dari sekelompok orang yang bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

    Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) terlahir dengan beberapa nama yang berbeda, yaitu tata kelola berbasis sekolah (school-based governance), manajemen mandiri sekolah (school self-management), dan bahkan juga dikenal dengan school site management atau manajemen yang bermarkas di sekolah.

    Istilah-istilah tersebut memang mempunyai pengertian dengan penekanan yang sedikit berbeda. Namun, nama-nama tersebut memiliki roh yang sama, yakni sekolah diharapkan dapat menjadi lebih otonom dalam pelaksanaan manajemen sekolahnya, khususnya dalam penggunaan 3M-nya, yakni man, money, dan material.

    Penyerahan otonomi dalam pengelolaan sekolah ini diberikan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Oleh karena itu, MBS sebagai Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS).

    Tujuan utama adalah untuk mengembangkan prosedur kebijakan sekolah, memecahkan masalah-masalah umum, memanfaatkan semua potensi individu yang tergabung dalam tim tersebut. Sehingga sekolah selain dapat mencetak orang yang cerdas serta emosional tinggi, juga dapat mempersiapkan tenaga-tenaga pembangunan. Oleh karena itu perlu diketahui pandangan filosofis tentang hakekat sekolah dan masyarakat dalam kehidupan kita. Sekolah adalah bagian yang integral dari masyarakat, bukan merupakan lembaga yang terpisah dari masyarakat, hak hidup dan kelangsungan hidup sekolah bergantung pada masyarakat, sekolah adalah lembaga sosial yang berfungsi untuk melayani anggota-anggota masyarakat dalam bidang pendidikan, kemajuan sekolah dan masyarakat saling berkolerasi, keduanya saling membutuhkan, masyarakat adalah pemilik sekolah, sekolah ada karena masyarakat memerlukannya.

    B. Tujuan Penulisan Makalah

    - Tujuan Teoritik

    1) Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam megelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia;

    2) Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama;

    3) Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya; dan

    4) Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.

    C. Tujuan Praktis

    Untuk memenuhi syarat dalam mengikuti / menyelesaikan mata kuliah Manajemen Pendidikan Persekolahan.

    BAB II

    PEMBAHASAN

    I. LAPORAN BANK DUNIA

    A. Penataan Kelembagaan dan Desentralisasi Pendidikan Dasar

    1) Kelemahan Institusional

    Hambatan dalam Mutu Wajib Belajar Pendidikan Dasar

    Ada empat unsur yang diidentifikasi oleh Bank Dunia terhadap penghambat kemajuan pendidikan dasar yang bermutu di Indonesia, yaitu:

    a) Sistem organisasi yang kompleks

    Sistem pengorganisasian pendidikan persekolahan sangatlah kompleks yaitu Kemendiknasbud, Kemendagri, Kemenag, sekolah negeri dan swasta. Hal ini akan berakibat fatal karena membuat rancunya pembagian tanggung jawab dan peranan manajerial, keterlambatan dan terpilah-pilahnya sistem perencanaan dan pembiayaan, serta perebutan kewenangan atas guru antara lembaga-lembaga tersebut. Sehingga praktik pengelolaan terhadap fungsi teknik-edukatif dan fungsi administratif dan sumber daya tidak efisien.

    b) Manajemen yang terlalu sentralistik

    Meskipun tanggung jawab pengelolaan pendidikan sepenuhnya berada pada Kemendinasbud, praktik yang sangat sentralistik atau program pembiayaan dan perencanaan investasi dirasakan menghambat pencapaian tujuan wajib belajar pendidikan dasar, sehingga perluasan kesempatan dan cara kerja yang efisien suli terwujud. Hal ini akan menjadi hambatan dan ketidakefisienan dana pemerintah untuk menjangkau keluarga kurang mampu dan struktur subsidi pemerintah untuk swasta.

    c) Terpecah-belah dan kakunya proses pembiayaan

    Dengan kompleksnya sistem organisasi, akan menambah rumitnya pengelolaan pendidikan dasar karena masing-masing lembaga memiliki anggaran yang dalam praktiknya masing-masing anggaran mempunyai aturan sendiri sehingga yang terjadi antara lain perencanaa, kaji-ulang, dan persetujuan anggaran memakan waktu satu tahun, dan tidak ada fleksibilitas dalam pengalihan dana dari satu kategori ke kategori lain. Hal ini akan berdampak negatif, antara lain tidak ada tanggung jawab yang jelas antar unit, tidak ada evaluasi secara reguler terhadap kebutuhan riil yang diperlukan, dan tidak ada jaminan bahwa dana dialokasikan dengan benar-benar berasaskan pemerataan.

    d) Manajemen yang tidak efektif

    Peningkatan mutu sekolah memerlukan kepala sekolah yang mampu: (1) menjabarkan sumber daya yang ada untuk menyediakan dukungan yang memadai bagi guru, bahan pengajaran yang cukup, dan pemeliharaan fasilitas yang baik; (2) memberikan waktu yang cukup untuk pengelolaan dan pengkoordinasian proses instruksional; dan (3) berkomunikasi secara teratur dengan staf, orang tua, siswa dan masyarakat. Tetapi pada kenyataannya perekrutannya sangat bertolak belakang. Kepala sekolah yang kuat harus dilengkapi dengan kemampuan kepemimpinan dan manajerial yang baik, karena kepala sekolah yang lemah akan gagal dalam mencari dukungan masyarakat, yang merupakan hal yang sangat penting dalam desentralisasi.

    2) Pengalaman dari Negara-negara Lain

    Sistem pendidikan kini telah banyak negara yang mendesentralisasikan untuk berbagai alasan poltik, pendidikan, administrasi,, dan keuangan. Namun hal itu bukanlah satu-satunya jawaban atas problem pendidikan.

    Berdasarkan pengalaman dari berbagai negara, pemerintah pusat memgang kendali dalam tiga aspek kebijakan, yaitu memelihara kesatuan bangsa (sebagai contoh: melalui desain kurikulum); menggerakkan asas persamaan dan pemerataan dalam pendidikan antardaerah, kelompok status sosial-ekonomi, dan antara laki-laki dan perempuan; dan menetapkan standarisasi pendidikan, evaluasi, dan tes. Sedangkan aspek yang lain, sebagian besar fungsi-fungsi yang lain dapat didesentralisasikan pada tingkat yang lebih rendah, termasuk rekrutmen, penggajian, penetapan guru, penetapan lokasi sekolah, dan pemeliharaan infrastruktur.

    3) Usaha Mengatasi Kelemahan Institusional

    Perubahan-perubahan Terakhir dan Alternatif Masa Depan

    Ada lima aspek yang diproyeksikan oleh Bank Dunia untuk mengatasi kelemahan institusional

    a. Pemberdayaan Lokal

    Telah dirintis sejak 1996, masih uji coba dan lebih tepat disebut sebagai dekonsentrasi daripada desentralisasi.

    Periode berikutnya pemerintah pusat telah mengalihkan proses persiapan dan implementasinya kepada kantor wilayah.

    Pada tahun 1997, kebijakan baru diterapkan, yaitu memberi tanggung jawab kepada Bupati untuk menyukseskan program wajib belajar.

    b. Penetapan Tanggung-jawab atas PJP

    Kabupaten sebagai titik berat pengelolaan rencana jangka panjang desentralisasi, yang memiliki tiga ciri yaitu: penerapan tanggung jawab pengelolaan tingkat SLTP sama dengan tingkat SD sehingga struktur institusi pendidikan dasar menjadi sederhana dan selaras.

    c. Pembangunan Kemampuan Kelembagaan

    Kandisdiknasbud Provinsi dan Kandisdiknasbud Kab/Kota dapat membantu merekrut staf yang bermutu untuk berpartisipasi dalam program perbantuan tenaga, sementara pemerintah lokal melakukan usaha jangka panjang untuk meningkatkan kemampuan staf mereka sendiri. Pada tingkat pusat, meningkatkan kemampuan staf dalam menerapkan standar dan menyediakan bantuan teknis untuk tingkat yang lebih rendah sangat diperlukan, khususnya tenaga untuk melakukan pengendalian mutu, memantau, dan mengevaluasi program-program yang diimplementasikan di tingkat lokal.

    d. Pemberian Otonomi Tanggung Jawab Manajemen Sekolah

    Otonomi yang lebih besar harus diberikan kepada kepala sekolah dalam pemanfaatan sumber daya dan pengembangan strategi-strategi berbasis sekolah sesuai dengan kondisi setempat. Pemilihan kepala sekolah yang baik yang memiliki keterampilan dan karakteristik yang diperlukan untuk sekolah yang bernuansa otonom, pemberian penghargaan terhadap kepala sekolah yang baik dan mengganti mereka yang kurang baik, dan pengembangan keterampilan manajemen kepala sekolah. Sebagaimana evaluasi Proyek Peningkatan Mutu SD (PEQIP).

    e. Penjaminan Sistem Pendanaan yang Merata dan Efisien

    Mengombinasikan tiga mekanisme pendanaan yang berbeda memungkinkan pemerintah untuk bergerak semakin mendekati tujuan. Tiga strategi dalam menyalurkan dana ke Kab/Kota adalah:(1) matching grants berdasarkan sumbangan orang tua siswa melalui Komite Sekolah, (2) performance-based grant, dan (3) unrestricted grants ke Kab/Kota berdasarkan jumlah siswa.

    B. Analisis terhadap Laporan dan Rekomendasi Bank Dunia

    Bank Dunia mencatat beberapa sebab yang membuat manajemen sekolah tidak aktif, antara lain: (a) pada umumnya kepala sekolah memiliki otonomi yang sangat terbatas dalam mengelola sekolahnya atau dalam memutuskan pengalokasian sumber dana; (b) kepala sekolah kurang memiliki keterampilan untuk mengelola sekolah dengan baik; (c) kecilnya peran serta masyarakat dalam pengelolaan sekolah, pada hal perolehan dukungan dari masyarakat merupakan bagian dari peran kepemimpinan kepala sekolah.

    Untuk mengatasi masalah di atas, Bank Dunia merekomendasikan memandang perlu dikembangkannya MBS yang dilengkapi dengan tiga elemen pokok, yaitu: (a) kepala sekolah dipilih oleh masyarakat, (b) penghargaan terhadap kepala sekolah yang baik, dan (c) program-program modular training untuk kepala sekolah.

    Rizvi dan Lingard (1992) berargumentasi bahwa otonomi sekolah dapat menyertakan masyarakat dalam melaksanakan keputusan-keputusan sekolah. Yang utama dari otonomi sekolah adalah peningkatan manajemen sekolah untuk membebaskan pengalokasian sumber daya dari kepentingan yang bersifat administratif ke kepentingan yang lebih bersifat edukatif.

    Caldwell (1993) restrukturisasi manajemen sekolah dipengaruhi oleh beberap faktor, antara lain: efisiensi dalam administrasi pendidikan umum, efek resesi ekonomi, kompleksitas permasalahan pendidikan, pemberdayaan guru dan orang tua, keperluan akan fleksibilitas dan sifat responsif sekolah, efektifitas sekolah dan meningkatkan kinerja.

    Kompleksnya permasalahan persekolahan di Indonesia merupakan kendala dalam pelaksanaan otonomi sekolah secara sekaligus. Penahapan pelaksanaan perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya benturan-benturan antar aspek dan antar unit pelaksana.

    II. MODEL MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

    1. Asumsi Dasar

    Konsep MBS merupakan kebijakan baru yang sejalan dengan paradigma desentraliasi dalam pemerintahan. Strategi apa yang diharapkan agar penerapan MBS dapat benar-benar meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu strategi adalah menciptakan prakondisi yang kondusif untuk dapat menerapkan MBS, peningkatan kapasitas dan komitmen seluruh warga sekolah, termasuk masyarakat dan orang tua siswa. Upaya untuk memperkuat peran kepala sekolah harus menjadi kebijakan yang mengiringi penerapan kebijakan MBS.

    Seorang Dirjen Pendidikan Australia, Roger Scott (1994) yang mempercayai bahwa dalam model sekolah, guru dan staf dapat menjadi lebih efektif karena partisipasi mereka dalam membuat keputusan. Selanjutnya kepala sekolah akan mampu mengontrol yang lebih besar terhadap lingkungan sekolah.

    Prioritas dan kebijakan pemerintah harus dilaksanakan oleh sekolah. Sekolah tidak mungkin berjalan sendiri tanpa adanya kebijakan yang dirumuskan pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah pusat lebih memainkan peran monitoring dan evaluasi. Dengan kata lain, pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu melakukan kegiatan bersama dalam rangka monitoring dan evaluasi pelaksanaan MBS di sekolah.

    2. Model Manajemen Berbasis Sekolah di Indonesia

    Lingkup strategi yang dapat ditawarkan adalah: (a) kurikulum yang bersifat inklusif, (b) proses belajar-mengajar yang efektif, (c) lingkungan sekolah yang mendukung, (d) sumber daya yang berasas pemerataan, dan (e) standarisasi dalam hal-hal terntentu, monitoring, evaluasi, dan tes. Kelima strategi tersebut harus menyatu kedalam empat lingkup fungsi pengelolaan sekolah, yaitu: (1) manajemen/organisasi/kepemimpinan, (2) proses belajar mengajar, (3) sumber daya manusia, dan (4) administrasi sekolah.

    Berdasarkan kondisi sekolah di Indonesia, terdapat tiga tingkatan model, yaitu: (a) sekolah yang dapat melaksanakan MBS secara penuh, (b) sekolah dengan MBS tingkat menengah (sedang), dan (c) sekolah dengan MBS secara minimal. Kriteria dari masing-masing tingkatan tersebut ditentukan oleh sejumlah indikator, antara lain dengan kriteria: tipe pertama adalah sekolah yang bisa memenuhi semua persyaratan, tipe kedua memenuhi sebagian persyaratan, dan tipe ketiga memenuhi beberapa persyaratan atau persyaratan minimal yang ditentukan.

    3. Prasarana Pendukung (Peraturan dan Petunjuk)

    Praktik Manajemen Berbasis Sekolah

    Perangkat pendukung yang menjamin terlaksananya prioritas nasional terutama dalam hal memelihara integrasi nasional, pemerataan pendidikan antargolongan (pria-wanita, kaya-miskin, dst), serta standarisasi, evaluasi, dan tes. Peraturan-peraturan perlu dirumuskan oleh pemerintah pusat, misalnya dalam hal pengadaan kepala sekolah, pengadaan guru, pembentukan dewan sekolah, kurikulum, standarisasi, evaluasi, dan tes, dan anggaran sekolah.

    III. STRATEGI PENCAPAIAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DI INDONESIA

    Strategi Jangka Pendek

    Strategi jangka pendek adalah pelatihan tenaga dan pengalokasian dana langsung ke sekolah. Pemilihan pada dua aspek ini mempunya tiga alasan pokok, yaitu:

    · Pengalokasian dana langsung ke sekolah

    · Pelaksanaan MBS memerlukan tenaga yang memiliki keterampilan

    · Kurangnya otonomi kepala sekolah dalam mengelola keuangan sekolah

    BAB III

    TANGGAPAN KELOMPOK

    Munculnya gagasan MBS dipicu oleh ketidakpuasan atau kegerahan para pengelola pendidikan pada level operasional atas keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk dapat mengelola sekolah secara mandiri. Umumnya dipandang bahwa para kepala sekolah merasa tak berdaya karena terperangkap dalam ketergantungan berlebihan terhadap konteks pendidikan. Akibatnya, peran utama mereka sebagai pemimpin pendidikan semakin dikerdilkan dengan rutinitas urusan birokrasi yang menumpulkan kreativitas berinovasi.
    Di Indonesia, gagasan penerapan pendekatan ini muncul belakangan sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah sebagai paradigma baru dalam pengoperasian sekolah. Selama ini, sekolah hanyalah kepanjangan tangan birokrasi pemerintah pusat untuk menyelenggarakan urusan politik pendidikan. Para pengelola sekolah sama sekali tidak memiliki banyak kelonggaran untuk mengoperasikan sekolahnya secara mandiri. Semua kebijakan tentang penyelenggaran pendidikan di sekolah umumnya diadakan di tingkat pemerintah pusat atau sebagian di instansi vertikal dan sekolah hanya menerima apa adanya.

    Apa saja muatan kurikulum pendidikan di sekolah adalah urusan pusat, kepala sekolah dan guru harus melaksanakannya sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya. Anggaran pendidikan mengalir dari pusat ke daerah menelusuri saluran birokrasi dengan begitu banyak simpul yang masing-masing menginginkan bagian. Tidak heran jika nilai akhir yang diterima di tingkat paling operasional telah menyusut lebih dari separuhnya.

    Kita khawatir, jangan-jangan selama ini lebih dari separuh dana pendidikan sebenarnya dipakai untuk hal-hal yang sama sekali tidak atau kurang berurusan dengan proses pembelajaran di level yang paling operasional, sekolah.
    MBS adalah upaya serius yang rumit, yang memunculkan berbagai isu kebijakan dan melibatkan banyak lini kewenangan dalam pengambilan keputusan serta tanggung jawab dan akuntabilitas atas konsekuensi keputusan yang diambil. Oleh sebab itu, semua pihak yang terlibat perlu memahami benar pengertian MBS, manfaat, masalah-masalah dalam penerapannya, dan yang terpenting adalah pengaruhnya terhadap prestasi belajar murid.

    Manajemen berbasis sekolah dapat bermakna adalah desentralisasi yang sistematis pada otoritas dan tanggung jawab tingkat sekolah untuk membuat keputusan atas masalah signifikan terkait penyelenggaraan sekolah dalam kerangka kerja yang ditetapkan oleh pusat terkait tujuan, kebijakan, kurikulum, standar, dan akuntabilitas. Tampaknya pemerintah dari setiap negara ingin melihat adanya transformasi sekolah. Transformasi diperoleh ketika perubahan yang signifikan, sistematik, dan berlanjut terjadi, mengakibatkan hasil belajar siswa yang meningkat di segala keadaan (setting), dengan demikian memberikan kontribusi pada kesejahteraan ekonomi dan sosial suatu negara. Manajemen berbasis sekolah selalu diusulkan sebagai satu strategi untuk mencapai transformasi sekolah.

    Sejak awal, pemerintah (pusat dan daerah) haruslah suportif atas gagasan MBS. Mereka harus mempercayai kepala sekolah dan dewan sekolah untuk menentukan cara mencapai sasaran pendidikan di masing-masing sekolah. Penting artinya memiliki kesepakatan tertulis yang memuat secara rinci peran dan tanggung jawab dewan pendidikan daerah, dinas pendidikan daerah, kepala sekolah, dan dewan sekolah. Kesepakatan itu harus dengan jelas menyatakan standar yang akan dipakai sebagai dasar penilaian akuntabilitas sekolah. Setiap sekolah perlu menyusun laporan kinerja tahunan yang mencakup “seberapa baik kinerja sekolah dalam upayanya mencapai tujuan dan sasaran, bagaimana sekolah menggunakan sumber dayanya, dan apa rencana selanjutnya.”

    BAB IV

    SIMPULAN

    Satu cara yang berguna dalam simpulan adalah melihat tantangan sebagai satu cara menciptakan suatu jenis sistem pendidikan baru yang sesuai abad ke-21. Kita membutuhkan sistem-sistem baru yang terus-menerus mampu merekonfigurasi kembali dirinya untuk menciptakan sumber nilai publik baru. Ini berarti secara interaktif menghubungkan lapisan-lapisan dan fungsi tata kelola yang berbeda, bukan mencari cetak biru (blueprint) yang statis yang membatasi berat relatifnya.

    Pertanyaan mendasar bukannya bagaimana kita secara tepat dapat mencapai keseimbangan yang tepat antara lapisan-lapisan pusat, regional, dan lokal atau antara sektor-sektor berbeda: publik, swasta, dan sukarela.

    Secara sederhana dikatakan, manajemen berbasis sekolah bukanlah “senjata ampuh” yang akan menghantar pada harapan reformasi sekolah. Bila diimplementasikan dengan kondisi yg benar, ia menjadi satu dari sekian strategi yang diterapkan dalam pembaharuan terus-menerus dengan strategi yang melibatkan pemerintah, penyelenggara, dewan manajemen sekolah dalam satu sistem sekolah.

    DAFTAR PUSTAKA

    Jalal, Fasli, .........Manajemen Berbasis Sekolah hal. 149 - 165..........: ................

    Depdiknas, 2001. Konsep dan Pelaksanaan dalam Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Dikmenum.

    Depdiknas, 2001. Panduan Monitoring dan Evaluasi dalam Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Dikmenum.

    http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/2009/05/15/manajemen-berbasis-sekolah-mbs/

    http://www.sriudin.com/2010/09/penerapan-manajemen-berbasis-sekolah.html

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Animasi pembentukan bayangan pada lensa cembung :

    SILABUS SD/MI
  • Silabus Kelas 1;
  • Silabus Tema Pengalaman Semester 1 
  • Silabus Tema Kegemaran Semester 1 
  • Silabus Tema Keluarga Semester 1 
  • Silabus Tema Lingkungan Semester 1 
  • Silabus Tema Diri Sendiri Semester 1 
  • Silabus Tema Budi Pekerti Semester 1 
  • Silabus Tema Permainan Semester 2 
  • Silabus Tema Lingkungan Semester 2 
  • Silabus Tema Peristiwa Semester 2 
  • Silabus Tema Kesehatan Semester 2 
  • Silabus Tema Keluarga Semester 2 
  • Silabus Tema Kebersihan Semester 2 
  • Silabus Tema Diri Sendiri Semester 2
  • Silabus Kelas 2;
  • Silabus Tematik Berkarakter SD Tema Kesehatan semester 1
  • Silabus Tematik Berkarakter SD Tema Kesehatan semester 2
  • Silabus Tematik Berkarakter SD Tema Lingkungan semester 1
  • Silabus Tematik Berkarakter SD Tema Lingkungan semester 2
  • Silabus Tematik Berkarakter SD Tema Peristiwa semester 1
  • Silabus Tematik Berkarakter SD Tema Peristiwa semester 2
  • Silabus Tematik Berkarakter SD Tema Diri Sendiri semester 1
  • Silabus Tematik Berkarakter SD Tema Budi Pekerti semester 2
  • Silabus Tematik Berkarakter SD Tema Hiburan semester 1
  • Silabus Tematik Berkarakter SD Tema Kegemaran semester 2
  • Silabus Tematik Berkarakter SD Tema Tempat Umum semester 1
  • Silabus Tematik Berkarakter SD Tema Kegiatan Sehari-hari semester 2
  • Silabus Kelas 3;
  • Silabus Tematik Berkarakter Kelas 3 SD Tema Tempat Umum Semester 1
  • Silabus Tematik Berkarakter Kelas 3 SD Tema Lingkungan Semester 1
  • Silabus Tematik Berkarakter Kelas 3 SD Tema Pengalaman Semester 1
  • Silabus Tematik Berkarakter Kelas 3 SD Tema Hiburan Semester 1
  • Silabus Tematik Berkarakter Kelas 3 SD Tema Kesehatan Semester 1
  • Silabus Tematik Berkarakter Kelas 3 SD Tema Kegiatan Semester 1
  • Silabus Tematik Berkarakter Kelas 3 SD Tema Kegemaran Semester 2
  • Silabus Tematik Berkarakter Kelas 3 SD Tema Pertanian Semester 2
  • Silabus Tematik Berkarakter Kelas 3 SD Tema Permainan Semester 2
  • Silabus Tematik Berkarakter Kelas 3 SD Tema Pendidikan Semester 2
  • Silabus Tematik Berkarakter Kelas 3 SD Tema Kerajinan Tangan Semester 2
  • Silabus Tematik Berkarakter Kelas 3 SD Tema Keperluan Sehari-hari Semester 2
  • Silabus Kelas 4;
  • Silabus Bahasa Indonesia Berkarakter Kelas 4 SD sms 1
  • Silabus Bahasa Indonesia Berkarakter Kelas 4 SD sms 2
  • Silabus Matematika Berkarakter Kelas 4 SD sms 1
  • Silabus Matematika Berkarakter Kelas 4 SD sms 2
  • Silabus PKn Berkarakter Kelas 4 SD sms 1
  • Silabus PKn Berkarakter Kelas 4 SD sms 2
  • Silabus IPS Berkarakter Kelas 4 SD sms 1
  • Silabus IPS Berkarakter Kelas 4 SD sms 2
  • Silabus IPA Berkarakter Kelas 4 SD sms 1
  • Silabus IPA Berkarakter Kelas 4 SD sms 2
  • Silabus TIK Berkarakter Kelas 4 SD sms 1
  • Silabus TIK Berkarakter Kelas 4 SD sms 2
  • Silabus Kelas 5;
  • Silabus Matematika Kelas 5 SD Semester 1 
  • Silabus Matematika Kelas 5 SD Semester 2 
  • Silabus SAINS/IPA Kelas 5 SD Semester 1 
  • Silabus SAINS/IPA Kelas 5 SD Semester 2 
  • Silabus Bahasa Indonesia Kelas 5 SD Semester 1 
  • Silabus Bahasa Indonesia Kelas 5 SD Semester 2 
  • Silabus IPS Kelas 5 SD Semester 1 
  • Silabus IPS Kelas 5 SD Semester 2 
  • Silabus TIK Kelas 5 SD Semester 1 
  • Silabus TIK Kelas 5 SD Semester 2 
  • Silabus PKn Kelas 5 SD Semester 1 
  • Silabus PKn Kelas 5 SD Semester 2
  • Silabus Kelas 6;
  • Silabus PKn Berkarakter Kelas 6 SD Semester 1
  • Silabus PKn Berkarakter Kelas 6 SD Semester 2
  • Silabus IPA Berkarakter Kelas 6 SD Semester 1
  • Silabus IPA Berkarakter Kelas 6 SD Semester 2
  • Silabus IPS Berkarakter Kelas 6 SD Semester 1
  • Silabus IPS Berkarakter Kelas 6 SD Semester 2
  • Silabus TIK Berkarakter Kelas 6 SD Semester 1
  • Silabus TIK Berkarakter Kelas 6 SD Semester 2
  • Silabus Matematika Berkarakter Kelas 6 SD Semester 1
  • Silabus Matematika Berkarakter Kelas 6 SD Semester 2
  • Silabus Bahasa Indonesia Berkarakter Kelas 6 SD Semester 1
  • Silabus Bahasa Indonesia Berkarakter Kelas 6 SD Semester 2