PERANGKAT PKM
LAPORAN PKM 
  • APKG I dan II 
  • RAT dan SAT 
  • KKO 
  • Media Pembelajaran.

    "Multiple Games" dalam pembelajaran matematika kelas III SD
    Strategi pendekatan yang digunakan selama proses belajar mengajar merupakan salah satu bagian penting untuk mencapai tujuan pembelajaran (Gafur, 1982:10). Pemilihan strategi pembelajaran harus disesuaikan dengan banyak hal seperti karakteristik materi pelajaran, kemampuan guru, kemampuan siswa, sarana prasarana yang tersedia dan lingkungan belajar. Berdasarkan pertimbangan yang telah dilakukan maka seorang guru akan dapat menentukan metode apakah yang paling tepat akan diterapkan. Kesesuaian metode pembelajaran memang sangat penting apalagi pada pembelajaran Matematika di tingkat Sekolah Dasar (SD) karena memiliki fungsi strategis untuk membentuk persepsi awal siswa bahwa ilmu Matematika bukanlah pelajaran yang sulit, namun suatu pelajaran yang sangat menyenangkan dan bermanfaat dalam setiap bidang aktifitas manusia.

    Pengalaman empiris dalam proses belajar mengajar Matematika kelas III SD materi pokok Bilangan Pecahan merupakan saat awal dimana konsep pecahan diperkenalkan. Penyajian nilai pecahan dalam bentuk gambar di papan tulis masih dirasakan terjadi interaksi statis dan monoton serta tetap memberikan diskripsi abstrak bagi sebagaian besar siswa terutama saat dikaitkan dengan cara membaca dan menulis lambang bilangan pecahan atau pencapaian kompetensi yang lebih tinggi lagi. Oleh sebab itu telah dilakukan upaya penelitian tindakan kelas (Action Research) tentang pembelajaran bilangan pecahan bermetode variatif berorientasi pada siswa aktif dengan sumber belajar tidak hanya dari guru namun tetap memenuhi unsur edukatif, yaitu: Pembelajaran Bilangan Pecahan yang Mudah dan Menyenangkan dengan Multiple Games pada SD Kelas III Sekolah Indonesia Jeddah. Multiple games dalam pembelajaran tersebut menggunakan 4 (empat) jenis permainan dengan fokus kemampuan dan ketrampilan yang berbeda meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotoriknya. Keempat permainan tersebut adalah Kipas Kertas, Media Kancing, Sampah Kemasan dan Engklek. Pelaksanaan proses belajar mengajar dilakukan dengan teori Konstruktivis sedang pendekatan yang digunakan adalah Contextual Teaching and Learning (CTL) serta Cooperative Learning (CL). Dipilihnya dua jenis pendekatan pembelajaran tersebut karena sesuai dengan karakteristik materi pelajaran, kompetensi dan indikator pencapaian yang diharapkan, model pembelajaran dengan multiple games yang direncanakan, situasi dan kondisi siswa, termasuk pula sarana pembelajaran yang tersedia. Untuk memperlancar proses belajar mengajar, Guru menyiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang disusun secara terstruktur.

    Refleksi Siklus Pertama

    Siswa lebih cenderung individual menyelesaikan LKS dari pada melakukan interaksi di dalam kelompok belajar, namun terhadap semangat pencarian konsep bilangan pecahan sebagai suatu bagian sangat tampak dari aktifitas menyelesaikan LKS dan latihan soalnya. Interferensi guru terhadap penemuan konsep pecahan sebagai suatu bagian oleh siswa tidak tampak terjadi. Fungsi guru sebagai fasilitator sangat tampak dibutuhkan oleh beberapa siswa yang berkemampuan awal rendah terutama tentang kejelasan apa yang akan dilakukan siswa sesuai dengan harapan instruksi LKS. Proses belajar mengajar mulai sangat aktif setelah pada tahap penampilan kipas kertas hasil karya siswa, dimana siswa tampak antusias, bersemangan dan percaya diri untuk memperoleh penghargaan atau penilaian. Menyikapi hal demikian, pada siklus kedua perlu dilakukan:

    1. Penunjukkan ketua kelompok yang bersiklus dengan aturan-aturan permainan yang telah disepakati agar interaksi langsung antar anggota kelompok lebih sering terjadi.

    2. Untuk menghindari perasaan bosan pada diri siswa perlu digunakan media lain yang keterhandalannya seimbang dengan Kipas Kertas dalam memperjelas kompetensi konsep bilangan pecahan sebagai suatu bagian dan menjembatani kesulitan berifikir abstrak siswa saat mengahadapi soal bilangan pecahan berbentuk cerita.

    Refleksi Siklus Kedua

    Pada siklus kedua, interaksi antar anggota kelompok mengalami peningkatan yang sangat signifikan dibanding pada siklus pertama, pencapaian kompetensi siswa terhadap konsep bilangan pecahan sebagai suatu bagian telah berkembang ke arah terapan bilangan pecahan dalam kehidupan sehari-hari meskipun bilangan pecahan yang terlibat masih cukup sederhana (1/2, 1/4, 1/8, 1/16). Aktifitas siswa untuk terlibat langsung menyelesaikan LKS dan latihan soal di dalam kelompok terjadi lebih nyata serta sering. Interaksi tanya jawab yang dilandasi rasa tengang rasa terjadi dalam setiap kelompok, guru berposisi sebagai fasilitator dan motivator.

    Refleksi Siklus Ketiga

    Hasil refleksi terhadap proses pembalajaran di siklus ketiga mengunakan Kipas Kertas dan Kancing memungkinkan siswa untuk meningkatkan diri pada penguasaan kompetensi membandingkan besar-kecilnya suatu bilangan pecahan dengan bilangan pecahan yang lain, namun perlu disadari kondisi kebosanan (borring) siswa dengan suatu permainan yang sama. Apalagi dengan mempertimbangkan kompetensi konsep yang harus dikuasai siswa dalam menerapkan bilangan pecahan dalam suatu kenyataan. Untuk itu perlu dilakukan inovasi lebih lanjut menggunakan media atau sesuatu yang sudah dikenal dan dekat dengan siswa.

    Refleksi Siklus Keempat

    Tampak siswa memiliki kebebasan untuk mencoba meng-explore semua poster yang memuat sampah kemasan untuk menemukan informasi bilangan pecahan yang dimaksud (finding information). Baik menggunakan model Mading (majalah dinding) maupun model Pagin (pagar info) semua disambut antusias dan memicu spontanitas belajar. Interaksi antar siswa terjadi secara tak beraturan teman diskusi, disalah satu sisi ada keuntungannya yaitu memungkinkan terjadi rooling partner tapi memungkinkan pula terjadi pengelompokan berdasarkan kemampuan awal secara alami sehingga tampak guru akan banyak berperan mengatur heterogenitas siswa untuk berinteraksi dengan siswa lain.

    Refleksi Siklus Kelima

    Siklus kelima merupakan upaya perbaikan terhadap pola kerjasama antar siswa yang terjadi di siklus keempat, memberikan rasa semangat tersendiri bagi siswa untuk mempelajari bilangan pecahan terutama berkaitan dengan bilangan pecahan yang dapat terjadi secara acak dalam kehidupan sehari-hari. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang out door memberi susuana kebebasan bereksperimen. Interaksi dan kerjasama dalam kelompok bisa lebih hiterogen, diskusi juga lebih sering terjadi. Dengan belajar bilangan pecahan sambil bermain Engklek, siswa tampak menikmati permainan hingga belajar tampak bukan suatu beban, terutama siswa yang baru pertama kali mengenal jenis permainan ini. Guru terlibat langsung dalam permainan saat mendemonstrasikan aturan permainan di awal kegiatan, selebihnya guru sebagai motivator dan fasilitator.

    MUTU PENDIDIKAN


    MUTU PENDIDIKANTambah Video

    Rendahnya mutu SDM Indonesia menjadi cermin rendahnya mutu pendidikan di Negara ini. Secara garis besar ada tiga penyebabnya, diantaranya adalah sebagai berikut:

    1. Kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional tidak konsisten.

    2. Penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik.

    3. Peran serta mayarakat khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan sangat minim.

    Ketiga hal di atas dapat terlihat secara jelas pada kenyataan yang sedang terjadi saat ini, seperti kurang meratanya kesempatan belajar, tidak adanya kesesuaian antara program pendidikan dengan kebutuhan lapangan kerja, pengelolaan yang belum efisien, tenaga pendidik dan kependidikan yang belum profesional, biaya pendidikan yang terbatas, kenakalan remaja, birokrasi yang terlalu bertele-tele, adanya upeti yang tidak jelas, dan lain sebagainya.

    Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, rendahnya mutu pendidikan disebabkan karena Indonesia belum mampu mengatasi tiga tantangan besar dunia pendidikan, yaitu krisis ekonomi, globalisasi, dan otonomi daerah. Seperti yang kita ketahui bersama, sampai saat ini Indonesia masih bergulat dengan krisis ekonomi yang menimpa Negara kita sejak 15 tahun terakhir, sehingga kemampuan pemerintah menganggarkan minimum 20% dari APBD untuk pendidikan belum terealisasi. Hal ini berdampak sangat luas terhadap dunia pendidikan di daerah, sehingga kemampuan penyediaan sarana dan prasarana pendidikan bagi sekolah sangat terbatas.

    Selanjutnya, terkait dengan globalisasi, Indonesia sepertinya belum mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain. hal ini dapat telihat dari 2 indikator sekaligus yaitu indikator makro seperti pencapaian HDI (Human Development Index) dan indikator mikro seperti kemampuan membaca dan menulis. Namun yang paling mengejutkan adalah HDR 2011, yang menunjukkan bahwa Perkembangan Pembangunan Indonesia mengalami kemrosotan secara drastis, yaitu berada di peringkat 124. Padahal HDR 2010 menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat ke-108. Dalam hal kemampuan membaca, anak-anak Indonesia berada di posisi terbawah untuk kawasan Asia Tenggara, menurut laporan Vincent Greanery dalam Literacy Standards in Indonesia.

    Tabel Perkembangan Peringkat Human Development Indonesia

    Tahun

    1999

    00

    01

    02

    03

    04

    05

    06

    07/08

    09

    10

    11

    Peringkat HDI Indonesia

    105

    109

    102

    110

    112

    111

    110

    106

    107

    111

    108

    124

    Sumber: UNDP, HDR 1999-2011 diolah dalam http://id.wikipedia.org/wiki/

    Melihat berbagai permasalahan di atas, ada beberapa solusi untuk mengatasi rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.

    1. Perlu adanya political will atau kemauan politik pemerintah Indonesia untuk bidang pendidikan. Hal ini adalah hal mendasar yang harus diperbaiki terlebih dahulu apabila kita ingin memperbaiki kuailtas pendidikan kita. Political will pemerintah dapat dimulai dengan mengalokasikan anggaran 20 % APBD untuk pendidikan. Dalam pasal 31 ayat 4 UUD 1945, secara jelas pemerintah mempunyai suatu kewajiban konstitusi untuk memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD guna memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan. Selain itu, diperlukan juga konsistensi tinggi dari seluruh birokrat yang terlibat dalam jalur pendidikan

    2. Setelah adanya political will dari pemerintah, maka pemerintah harus membuat kebijakan pendidikan yang mengarah pada peningkatan kualitas pendidikan. Kebijakan tersebut di antaranya:

    · Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan

    · Meningkatkan kemampuan akademik, professional, pemerataan tenaga pendidik, dan kesejahteraan tenaga pendidik

    · Melakukan pembaruan kurikulum

    · Memberdayakan lembaga pendidikan dan meningkatkan partisipasi keluarga

    · Melakukan pembaruan dan pemantapan sistem dikbud

    · Penerapan birokrasi yang tidak bertele-tele

    · Memberikan kewenangan kepada sekolah untuk merencanakan sendiri upaya peningkatan mutu secara keseluruhan

    Pendidikan di SD tidak hanya mengajarkan kepada anak untuk menghafal dan menguasai materi yang disampaikan, akan tetapi lebih tepatnya sebagai wadah pembentukan karakter anak sebagai warga Negara yang diharapkan di masa mendatang. Untuk itu dalam menyampaikan materi guru harus menguasai pengelolaan kelas dan kreatif memilih model-model pembelajaran guna mendukung kelancaran pembelajaran di kelas. Pelaksanaan pendidikan di SD harus memperhatikan kebutuhan anak yang berusia 6-12 tahun. Anak dalam kelompok usia 7-11 tahun menurut Piaget (1963) barada dalam perkembangan kemampuan intektual konkrit operasional. Mereka memandang dunia dalam keseluruhan yang utuh dan menganggap tahun yang akan datang sabagai waktu yang masih jauh. Mereka hanya memahami keadaan sekarang ( konkrit) dan bukanlah masa depan yang masih abstrak.

    Agar tujuan pendidikan dapat tercapai sesuai maka diperlukan strategi yang memadukan setiap komponen pembelajaran secara integrated dan koheren. Penentuan model pembelajaran yang tepat menjadi pekerjaan utama para aktor pembelajaran agar kegiatan belajar mengajar dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

    Dalam era globalisasi pendidikan tidak bisa dilepaskan dari tiga bahasan utama yaitu jasa atau layanan (service), kualitas (quality), dan kepuasan (satisfaction). Dunia pendidikan Indonesia yang sedang berjuang demi peningkatan kualitas. Menanggapi hal tersebut, berbagai institusi pendidikan mulai berbenah diri dan melakukan perubahan-perubahan demi meningkatnya kualitas institusinya.

    Perubahan-perubahan yang dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas, salah satunya menggunakan model pengelolaan pendidikan berbasis industri, khususnya bagi institusi pendidikan swasta untuk mengatasi semakin ketatnya persaingan di bisnis pendidikan. Pengelolaan model ini menjabarkan adanya upaya pihak pengelola institusi pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan manajemen perusahaan. Dasar dari manajemen ini adalah konsep total quality management yang secara filosofis menekankan pada pencarian secara konsisten terhadap perbaikan yang berkelanjutan untuk mencapai kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Strategi yang dikembangkan adalah, institusi memosisikan dirinya sebagai institusi jasa, yakni institusi yang memberikan pelayanan (service) sesuai dengan apa yang diinginkan pelanggan. Kualitas pelayanan yang diberikan institusi sangat mempengaruhi penilaian yang diberikan pelanggan.

    Tjiptono dan Chandra dalam bukunya yang berjudul ’Service, Quality & Satisfaction’ mengatakan bahwa kualitas pelayanan berkontribusi signifikan bagi penciptaan diferensiasi, positioning dan strategi bersaing bagi setiap organisasi, baik organisasi manufaktur maupun industri penyedia jasa, seperti industri pendidikan. Kualitas pelayanan pada akhirnya juga dapat menciptakan hubungan yang harmonis antara penyedia barang dan jasa dengan pelanggan, memberikan dasar yang baik bagi terciptanya loyalitas pelanggan dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang menguntungkan bagi penyedia jasa tersebut.

    Dalam studi mengenai kualitas pelayanan, terdapat beberapa model yang digunakan untuk menjabarkan kualitas pelayanan. Model kualitas pelayanan yang paling populer dan hingga kini banyak dijadikan acuan dalam riset manajemen dan pemasaran jasa adalah model SERVQUAL (service quality) yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam serangkaian penelitian mereka terhadap enam sektor jasa yaitu reparasi peralatan rumah tangga, kartu kredit, asuransi, sambungan telepon interlokal, perbankan ritel, dan pialang sekuritas. Model SERVQUAL ini dikembangkan dengan maksud membantu para manajer dalam menganalisis sumber masalah kualitas dan memahami cara-cara memperbaiki kualitas pelayanan jasa.

    Supranto dalam tinjauan (2006) Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan, Untuk Menaikkan Pangsa Pasar mengatakan pelanggan harus dipuaskan. Jika tidak, ia akan menjadi pelanggan pihak pesaingan. Makin banyak pelanggan meninggalkan perusahaan menjadi pesaingan, penjualan perusahaan akan menurun. Karena itu, diperlukan pengukuran tingkat kepuasan pelanggan, agar segera dilakukan koreksi/perbaikan.

    Lebih lanjut, menurut Parasuraman dkk. terdapat lima kesenjangan yang terjadi dalam service quality. Kesenjangan yang pertama adalah kesenjangan antara harapan konsumen dengan persepsi manajemen. Kesenjangan ini disebabkan karena ketidakcukupan komunikasi antara petugas di level front line service dengan manajemen. Kesenjangan yang kedua adalah kesenjangan antara persepsi manajemen dengan spesifikasi kualitas pelayanan di mata konsumen. Kesenjangan ini disebabkan karena tidak adanya penyampaian standarisasi yang jelas dari pihak manajemen kepada pihak konsumen dan juga karena tidak ada standarisasi tugas kepada pihak front line service. Kesenjangan yang ketiga adalah kesenjangan antara spesifikasi kualitas pelayanan dengan kenyataan delivery service di tingkat front line service. Faktor-faktor kunci yang menjadi penyebab utama antara lain karena role ambiguity, yaitu kecenderungan yang menimpa front line service terhadap kondisi bimbang dalam memberikan pelayanan karena tidak adanya standarisasi tugas yang jelas dari pihak manajemen, kurangnya sistem kontrol dari manajemen, serta kurangnya teamwork. Kesenjangan yang keempat adalah kesenjangan antara kenyataan delivery service quality dengan komunikasi eksternal kepada pelanggan. Penyebab utama kesenjangan ini adalah ketidakpastian komunikasi horizontal antar bagian dalam institusi. Kesenjangan yang terakhir adalah kesenjangan antara harapan konsumen dengan persepsi tentang pelayanan.

    Mempelajari kesenjangan dan penyebab utama kesenjangan pada service quality, dapat diambil kesimpulan bahwa permasalahan utama yang menyebabkan kesenjangan service quality adalah kurangnya komunikasi, baik secara vertikal dari level manajemen ke level di bawahnya, maupun secara horizontal, dari bagian satu ke bagian lain dalam institusi. Miscommunication ini dapat menyebabkan kurangnya pemahaman karyawan akan tugas-tugasnya sehingga penyampaikan pelayanan kepada pihak konsumen tidak maksimal. Kurangnya komunikasi juga menyebabkan kurangnya kontrol dari pihak manajemen terhadap bawahannya sehingga karyawan tidak mengetahui bagian mana dalam pekerjaannya yang harus diperbaiki.

    Untuk merumuskan suatu strategi dalam meningkatkan kualitas pelayanan di bidang pendidikan, perlu dikaji landasan teori yang tepat. Salah satu teori yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan di bidang pendidikan adalah teori mengenai supervisi. Supervisi memiliki tiga tujuan utama yaitu peningkatan kualitas, pengembangan profesional, dan pemberian motivasi guru. Supervisi juga merupakan upaya yang efektif dalam mengusahakan peningkatan kualitas sekolah melalui peningkatan kemampuan guru dan stafnya untuk secara bersama-sama mengembangkan situasi pembelajaran yang kondusif. Situasi pembelajaran yang kondusif tercipta karena adanya peran komunikasi yang lebih efektif.

    Seorang supervisor biasanya menitikberatkan kegiatannya pada pelaksanaan basic management skill seperti pengambilan keputusan, pendelegasian tugas, pengaturan komposisi departemen dan staf-stafnya, pengadaan pelatihan bagi karyawan baru, penilaian terhadap performance karyawan dengan tak lupa memberikan feedback terhadap karyawan tersebut, dan menjadi kepanjangan tangan manajer dalam menyampaikan kebijakan, peraturan, dan informasi-informasi yang penting bagi karyawan. Semua hal di atas mengarah kepada fungsi komunikasi yang efektif sehingga tujuan akhir dari pelaksanaan supervisi yang dilakukan oleh supervisor adalah peningkatan performance karyawan yang nantinya akan terlihat pada peningkatan kualitas institusi tersebut.

    Untuk memberikan hasil yang optimal, supervisi memerlukan manajemen yang baik. Proses ini bisa dimulai dari perencanaan supervisi, pengorganisasian supervisi, pelaksanaan supervisi, dan evaluasi terhadap supervisi yang telah dilakukan. Dennis Lock dalam ´Handbook of Management’ juga menyarankan bahwa untuk mencapai peningkatan kualitas yang mengarah pada pelayanan kepada pelanggan, dibutuhkan suatu gaya manajemen yang baru, yang lebih menitikberatkan pengembangan kemampuan dan pengetahuan karyawan dari setiap level, melalui proses komunikasi yang berimbang, pelatihan, dan supervisi yang konsisten. Kesemuanya itu bertujuan agar para karyawan memahami dengan jelas segala tujuan dan target-target perusahaan, yang nantinya mengarah kepada perbaikan terus-menerus. Lebih lanjut ia juga mengatakan bahwa proses komunikasi, pelatihan, dan supervisi yang dilakukan memerlukan disain manajemen yang baik agar mampu memotivasi karyawan untuk mendukung kualitas pelayanan.

    BAHAN BACAAN

    Sudradjat, Hari; Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah; Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Implementasi KBK; Bandung : Cipta Lekas Grafika; 2005.

    Usman, Husaini; Manajemen Teori, Praktek Dan Riset Pendidikan; Jakarta : Bumi Aksara; 2006.

    Umiarso; Gojali, Imam; Manajemen Mutu Sekolah Di Era Otonomi Pendidikan; Jogjakarta : IRCiSoD; 2011.

    Chandra, Gregorius; Tjiptono,Fandy; Service, Quality & Satisfaction Edisi 3; Jakarta: Andi; 2011.

    http://tyaeducationjournals.blogspot.com/

    http://id.wikipedia.org/wiki/

    http://www.sekolahdasar.net/



    Animasi pembentukan bayangan pada lensa cembung :

    SILABUS SD/MI
  • Silabus Kelas 1;
  • Silabus Tema Pengalaman Semester 1 
  • Silabus Tema Kegemaran Semester 1 
  • Silabus Tema Keluarga Semester 1 
  • Silabus Tema Lingkungan Semester 1 
  • Silabus Tema Diri Sendiri Semester 1 
  • Silabus Tema Budi Pekerti Semester 1 
  • Silabus Tema Permainan Semester 2 
  • Silabus Tema Lingkungan Semester 2 
  • Silabus Tema Peristiwa Semester 2 
  • Silabus Tema Kesehatan Semester 2 
  • Silabus Tema Keluarga Semester 2 
  • Silabus Tema Kebersihan Semester 2 
  • Silabus Tema Diri Sendiri Semester 2
  • Silabus Kelas 2;
  • Silabus Tematik Berkarakter SD Tema Kesehatan semester 1
  • Silabus Tematik Berkarakter SD Tema Kesehatan semester 2
  • Silabus Tematik Berkarakter SD Tema Lingkungan semester 1
  • Silabus Tematik Berkarakter SD Tema Lingkungan semester 2
  • Silabus Tematik Berkarakter SD Tema Peristiwa semester 1
  • Silabus Tematik Berkarakter SD Tema Peristiwa semester 2
  • Silabus Tematik Berkarakter SD Tema Diri Sendiri semester 1
  • Silabus Tematik Berkarakter SD Tema Budi Pekerti semester 2
  • Silabus Tematik Berkarakter SD Tema Hiburan semester 1
  • Silabus Tematik Berkarakter SD Tema Kegemaran semester 2
  • Silabus Tematik Berkarakter SD Tema Tempat Umum semester 1
  • Silabus Tematik Berkarakter SD Tema Kegiatan Sehari-hari semester 2
  • Silabus Kelas 3;
  • Silabus Tematik Berkarakter Kelas 3 SD Tema Tempat Umum Semester 1
  • Silabus Tematik Berkarakter Kelas 3 SD Tema Lingkungan Semester 1
  • Silabus Tematik Berkarakter Kelas 3 SD Tema Pengalaman Semester 1
  • Silabus Tematik Berkarakter Kelas 3 SD Tema Hiburan Semester 1
  • Silabus Tematik Berkarakter Kelas 3 SD Tema Kesehatan Semester 1
  • Silabus Tematik Berkarakter Kelas 3 SD Tema Kegiatan Semester 1
  • Silabus Tematik Berkarakter Kelas 3 SD Tema Kegemaran Semester 2
  • Silabus Tematik Berkarakter Kelas 3 SD Tema Pertanian Semester 2
  • Silabus Tematik Berkarakter Kelas 3 SD Tema Permainan Semester 2
  • Silabus Tematik Berkarakter Kelas 3 SD Tema Pendidikan Semester 2
  • Silabus Tematik Berkarakter Kelas 3 SD Tema Kerajinan Tangan Semester 2
  • Silabus Tematik Berkarakter Kelas 3 SD Tema Keperluan Sehari-hari Semester 2
  • Silabus Kelas 4;
  • Silabus Bahasa Indonesia Berkarakter Kelas 4 SD sms 1
  • Silabus Bahasa Indonesia Berkarakter Kelas 4 SD sms 2
  • Silabus Matematika Berkarakter Kelas 4 SD sms 1
  • Silabus Matematika Berkarakter Kelas 4 SD sms 2
  • Silabus PKn Berkarakter Kelas 4 SD sms 1
  • Silabus PKn Berkarakter Kelas 4 SD sms 2
  • Silabus IPS Berkarakter Kelas 4 SD sms 1
  • Silabus IPS Berkarakter Kelas 4 SD sms 2
  • Silabus IPA Berkarakter Kelas 4 SD sms 1
  • Silabus IPA Berkarakter Kelas 4 SD sms 2
  • Silabus TIK Berkarakter Kelas 4 SD sms 1
  • Silabus TIK Berkarakter Kelas 4 SD sms 2
  • Silabus Kelas 5;
  • Silabus Matematika Kelas 5 SD Semester 1 
  • Silabus Matematika Kelas 5 SD Semester 2 
  • Silabus SAINS/IPA Kelas 5 SD Semester 1 
  • Silabus SAINS/IPA Kelas 5 SD Semester 2 
  • Silabus Bahasa Indonesia Kelas 5 SD Semester 1 
  • Silabus Bahasa Indonesia Kelas 5 SD Semester 2 
  • Silabus IPS Kelas 5 SD Semester 1 
  • Silabus IPS Kelas 5 SD Semester 2 
  • Silabus TIK Kelas 5 SD Semester 1 
  • Silabus TIK Kelas 5 SD Semester 2 
  • Silabus PKn Kelas 5 SD Semester 1 
  • Silabus PKn Kelas 5 SD Semester 2
  • Silabus Kelas 6;
  • Silabus PKn Berkarakter Kelas 6 SD Semester 1
  • Silabus PKn Berkarakter Kelas 6 SD Semester 2
  • Silabus IPA Berkarakter Kelas 6 SD Semester 1
  • Silabus IPA Berkarakter Kelas 6 SD Semester 2
  • Silabus IPS Berkarakter Kelas 6 SD Semester 1
  • Silabus IPS Berkarakter Kelas 6 SD Semester 2
  • Silabus TIK Berkarakter Kelas 6 SD Semester 1
  • Silabus TIK Berkarakter Kelas 6 SD Semester 2
  • Silabus Matematika Berkarakter Kelas 6 SD Semester 1
  • Silabus Matematika Berkarakter Kelas 6 SD Semester 2
  • Silabus Bahasa Indonesia Berkarakter Kelas 6 SD Semester 1
  • Silabus Bahasa Indonesia Berkarakter Kelas 6 SD Semester 2